Langsung ke konten utama

PEMBUKAAN HATI KE ALAM GHAIB


Pembukaan pintu hati  ke Alam Ghaib ini berlaku juga dalam kondisi-kondisi yang dekat  Wahyu Kenabian,  di mana Intuisi atau Wahyu atau Ilham terbit dalam pikiran tanpa di bawa melalui saluran-saluran indera(pancaindera) sebagaimana seseorang itu menyucikan dirinya dari pengaruh nafsu kebendaan dan menumpukan(konsentrasi) pikirannya kepada Alloh.  Maka semakin bertambah teranglah kesadarannya pada Intuisi atau Ilham yang seperti itu.  Mereka yang tidak tahu   tentang hal ini tidak berhak menafikan hakikat tersebut.
Intuisi (Ilham) ini bukanlah terbatas bagi mereka Kenabian saja.  Ibarat besi,   jika selalu digosok  dan digilap akan menjadi berkilat seperti cermin.   Begitu juga jiwa dan pikiran yang diasuh dengan disiplin sedemikian rupa akan dapat menerima informasi dari Alam Ghaib itu.  Sebab itulah Nabi Muhammad SAW. ada bersabda,
"Tiap-tiap kanak-kanak itu dilahirkan dalam keadaan Islam (fitrah),  maka kemudian ibu-bapanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi"
Tiap-tiap manusia dalam kesadaran batinnya yang dalam itu pernah  mendengar pertanyaan;
Bukankah aku ini Tuhanmu?"    dan mereka menjawab; "Ya",   sebenarnya" tetapi sesetengah hati adalah ibarat cermin yang penuh debu dan berkarat sehingga tidak memberi bayangan apa-apa di dalamnya.   Tetapi hati Ambiya dan Aulia meskipun mereka itu manusia biasa yang mempunyai perasaan seperti kita,  mereka sangat senang dan cepat menerima semua gambaran atau Ilham Ketuhanan Yang Maha Tinggi itu.
Bukanlah karena Ilmu yang didapati dari Ilham atau Wahyu atau Intuisi itu saja yang menyebabkan Ruh manusia itu dapat menduduki martabat pertama atau paling tinggi di kalangan makhluk,  tetapi juga oleh karena kekuasaannya(Ruh).  Sebagaimana Malaikat-malaikat menguasai atau memerintah unsur-unsur,  maka begitu jugalah Ruh itu.  Ia memerintah anggota-anggota tubuh.  Ruh-ruh yang mencapai peringkat kekuasaan yang khusus  bukan saja memerintah tubuh mereka sendiri tetapi juga tubuh-tubuh yang lain. 
Jika mereka menginginkan orang sakit supaya sembuh,  maka sembuhlah ia,  atau orang yang sehat bisa disakitinya;   atau jika mereka inginkan seseorang supaya datang kepada mereka,  maka datanglah orang itu.
Oleh karena kerja-kerja Ruh yang kuat ada dua macam;   yaitu baik dan jahat,  maka perbuatan mereka itu pun dibagikan dua macam juga yaitu Mukjizat dan yang lagi satu Sihir.
Ruh-ruh yang kuat ini berbeda dari Ruh-ruh orang biasa dalam tiga hal:
Apa yang orang lain dapat lihat secara mimpi dalam tidur,  mereka lihat dalam jaga.
Orang lain hanya dapat menguasai tubuh mereka sendiri saja, mereka ini dapat menguasai tubuh-tubuh selain diri mereka juga.
Orang lain mendapat Ilmu dengan belajar dan mengkaji bersungguh-sungguh,  mereka ini mendapat Ilmu itu secara Ilham atau Wahyu.
Bukanlah ini saja tanda yang membedakan mereka dari orang biasa.  Ada lagi yang lain.  Tetapi itulah saja yang kita ketahui.  Sebagaimana juga kita ketahui yaitu Alloh itu saja yang mengenal  DiriNya Yang Sebenar-benarNya,  begitu jugalah  hanya Nabi-nabi itu juga yang mengenal Hakikat Kenabian itu sebenarnya.   Ini tidaklah mengherankan.  Sedangkan dalam kehidupan sehari-harian ini pun kita  mengalami kesulitan untuk menerangkan keindahan sesuatu Syair atau Puisi kepada orang yang tidak tahu dan tidak faham tentang Syair dan Puisi;  atau keindahan warna pada orang buta.
Di samping ketidakmampuan,  ada hal lain  lagi yang menghalang seseorang itu mencapai Hakikat Keruhanian.  Satu daripadanya ialah Ilmu yang diperolehi dari luar. 
Sebagai ibarat,  hati itu adalah sebuah telaga,   dan lima indera ialah lima batang pipa air yang sentiasa mengalirkan air ke telaga itu.  Untuk mengetahui isi telaga itu sebenarnya,  pipa air itu hendaklah dihentikan mengalir ke dalam telaga itu untuk sementara waktu,  dan sampah-sampah   yang di bawa oleh pipa air itu hendaklah dibuang dari telaga itu.  Demikianlah ibaratnya.
Sekiranya kita hendak mencapai Hakikat Keruhanian yang suci itu,  maka kita hendaklah sementara waktu menepikan Ilmu yang diperolehi dari proses luar (yaitu yang datang dari luar seperti belajar,  membaca dan sebagainya) di mana biasanya telah menjadi beku dan keras dan bersifat Prasangka (Doqmatic Prejudice).
Di samping itu ada pula satu kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang yang pendek IlmuNya,  yaitu setelah mereka mendengar percakapan orang-orang Sufi,  mereka pun merendah-rendahkan taraf ilmu.  Ini adalah ibarat seorang yang bukan ahli dalam bidang Ilmu Kimia mengatakan, "Kimia itu lebih baik dari emas!",   dan ia enggan menerima apabila emas diberikan kepadanya.  Kimia lebih baik dari emas,  tetapi ahli-ahli Kimia yang sebenar-benar pakar sangat sedikit bilangannya.  Begitu jugalah ahli-ahli Sufi yang pakar sebenarnya amat sedikit bilangannya.
Orang yang hanya tahu sedikit saja berkenaan Kesufian adalah tidak lebih tinggi martabatnya dari orang-orang yang berpengetahuan.  Begitu juga orang yang baru mencoba beberapa percobaan dalam bidang Kimia,  janganlah hendak merendah-rendahkan orang yang kaya.
Orang-orang yang melihat berkenaan hal ini tentu akan melihat betapa kebahagian itu adalah sebenarnya berkaitan dengan Mengenal Alloh Subhanahuwa Taala.   Tiap-tiap anggota kita ini suka dan tertarik dengan  apa yang sebenarnya dia dirasakannya. 
Misalnya :
Hawa nafsu suka dengan apa yang dikehendakinya.
Marah suka dengan membalas dendam.
Mata suka dengan benda yang indah.  
Telinga suka mendengar musik yang merdu dan sebagainya. 
Fungsi (tugas) Ruh manusia yang paling tinggi ialah Menyaksikan atau Melihat Hakikat,  dan di sanalah ia mendapat ketertarikan dan kebahagiannya.  Seorang itu amat gembira diberi jabatan Perdana Menteri,  tetapi kegembiraan itu akan bertambah jika Raja berkawan baik dengannya dan menceritakan kepadanya rahasia-rahasia negeri.
Ahli Ilmu Falak (Astronom) dengan ilmunya dapat membuat peta-peta bintang dan perjalanan falaknya,  akan merasa lebih tertarik pada ilmunya itu daripada pemain catur dengan ilmunya.  Tidak ada yang lebih tinggi dari Alloh Subhanahuwa Taala.  
Alangkah besarnya ketertarikan dan kebahagiaan yang didapati oleh seseorang itu hasil dari Makrifat Alloh.
Barangsiapa yang sudah hilang keinginan untuk mencapai Ilmu yang sedemikian tinggi itu,   maka orang itu adalah ibarat orang yang habis seleranya untuk memakan makanan yang baik-baik;  atau pun seperti orang yang lebih suka memakan tanah daripada memakan roti.  Semua selera tubuh kasar ini hilang  apabila mati (bercerai nyawa dengan tubuh).  Selera itu mati bersama tubuh kasar itu.  Tetapi Ruh tidak mati dan ia tetap membawa apa juga Ilmu tentang Ketuhanan yang ada padanya,  bahkan menambahkan Ilmu itu lagi.
Sebagian hal penting berkenaan Ilmu kita tentang Alloh adalah timbul dari kajian dan pemikiran kita tentang tubuh kita sendiri,  yang membukakan kepada kita kekuatan,   kebijaksanaan dan Cinta Tuhan Yang Menjadikan segalanya. KekuasaanNya menunjukkan betapa setitik air dijadikan kita  seorang manusia yang cukup lengkap dan sempurna. KebijaksanaanNya ditunjukkan dengan betapa rumit dan sulitnya anggota-anggota tubuh kita dan saling persesuaian antara bagian-bagian anggota tubuh itu antara satu dengan yang lain.   CintaNya ditunjukkan dengan KurniaNya kepada kita bukan saja anggota-anggota yang paling penting untuk hidup seperti jantung,  hati,  otak,   tetapi juga anggota-anggota tubuh yang tidak paling penting seperti tangan,  kaki,  lidah dan mata.   Kemudian ditambah pula dengan perhiasan seperti hitam rambut,  merahnya bibir,   bulu mata yang melentik dan sebagainya.
Maka sewajarnyalah manusia itu diibaratkan sebagai " ALAM KECIL"  dalam dirinya sendiri bentuk dan susunan tubuh itu hendak dikaji bukan saja oleh mereka yang hendak jadi dokter tetapi juga hendaklah dikaji oleh mereka yang ingin mencapai Makrifatulloh, sebagaimana juga mengkaji secara mendalam tentang susunan keindahan bahasa dalam Puisi yang agung akan membukakan kepada kita   kebijaksanaan pengarangnya.
Bahwa Ilmu atau Mengenal Ruh itu memainkan peranan yang lebih penting untuk membawa kepada Makrifatulloh;  lebih penting dari mengenal tubuh dan tugas-tugasnya.   Tubuh ini ibarat kuda tunggangan dan Ruh itu ibarat Penunggangnya.  Tubuh itu dijadikan untuk Ruh,  dan Ruh itu untuk tubuh.  Jika seseorang itu tidak tahu dirinya yang mana adalah yang paling dekat dengan Dia,  maka apakah gunanya ia mengenal yang lain?   Ibarat pengemis,  yang dirinya sendiri pun susah hendak makan berkata pula ia akan memberi makan kepada penduduk sebuah kampung.
Dalam bab ini kita akan coba sedikit-sebanyak membicarakan keagungan Ruh manusia.
Orang yang tidak peduli kepada jiwa atau RuhNya dan membiarkan Ruh atau jiwa itu berkarat dan gelap,  maka rugilah ia di dunia dan di akhirat juga.
Keagungan seseorang manusia itu sebenarnya terletak pada usaha untuk menuju Yang Kekal Abadi.  Jika tidak,  dalam dunia fana ini,  manusia itulah yang paling lemah dari segala makhluk karena tunduk kepada kepada lapar,  dahaga,  panas,   sejuk dan dukacita.
Hal yang paling disukai biasanya paling bahaya kepadanya,  dan hal yang memberi faedah hanya dapat diperolehi melalui usaha dan susah payah.   Berkenaan dengan Aqalnya pula,  kesalahan yang sedikit saja pada otak bisa menyebabkan ia gila dan rusak.  Berkenaan kekuasaan pula,  gigitan nyamuk saja telah cukup menyebabkan ia resah gelisah dan tidak dapat tidur.  Berkenaan dengan perasaan pula,  dia rasa dukacita hanya dengan kehilangan beberapa sen uang.   Berkenaan dengan kecantikan pula,  dia tidak lebih dari hal yang kotor dibalut dengan kulit yang licin lunak.  Tanpa dibasuh selalu,  ia menjadi  tidak menarik lagi.
Pada hakikatnya,  manusia itu dalam dunia ini adalah sangat lemah dan hina.   Hanya di akhirat kelak manusia itu akan bernilai dan berharga.  Maka dengan cara "Kimia Kebahagiaan" dia meningkat naik dari peringkat binatang kepada peringkat Malaikat.  Kalau tidak,  peringkat lebih hina dan rendah dari binatang yang akan hancur dan akan jadi tanah.  Maka perlulah bagi manusia di samping sadar tentang ketinggian martabatnya dari semua makhluk,  sadarlah hendaknya tentang lemah hinanya,  karena itu pun adalah satu  "anak kunci" membuka pintu Mengenal Alloh (Makrifatulloh).

Terjemahan Kitab Kimyatusy- Sya'adah - KIMIA KEBAHAGIAAN - Karya : Imam Al-Ghazali

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ZIKIR VERSI TAREKAT

1. Enam tingkatan dalam persiapan zikir, I. Berniat Dalam niat itu diucapkan : "Ilaahi anta maqshuudii wa ridhaka mathlubi". (Ya Allah, Engkaulah yang aku maksud dan keridhaan-Mulah yang aku cari). II. Duduk Tarekat. Yaitu duduk seperti duduk tahiyat terakhir dalam sholat, kepala ditundukkan ke sisi kiri. III. Rabithatu Mursyid (rasa pertalian dgn Nabi Muhammad saw). 1. Mengucapkan: "Assalmu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wabarakatuh". Pada tingkat ini seolah-olah Nabi Muhammad saw hadir di depan kita bersalaman. 2. Kemudian mengucapkan: "Assalamu 'alaina wa 'ala ibadishshalihin". Mengucapkan salam atas diri dan hamba-hamba Allah swt yg sholeh. IV. Bertobat. A. Membaca Istighfar tujuh kali Diniatkan supaya diampunkan oleh Allah swt dosa kita, yaitu: 1. Mata, 2. Telinga, 3. Hidung, 4. Mulut, 5. Tangan, 6. Kaki, dan 7. Syahwat. B. Membaca Istighfar tujuh kali untuk diampunkan dosa bathin, yait

TAKHRIJ HADITS TENTANG MENDATANGI DUKUN

TAKHRIJ HADITS TENTANG MENDATANGI DUKUN Penelitian  takhrij dilakukan dengan menggunakan metode takhrij al-hadits bi al-lafzh dengan menggunakan program CD Al-Maktabah al-Syamilah Versi 3.28 dengan kata kunci يَأْتُونَ الْكُهَّان . Menurut hasil pencarian, potongan hadits tesebut terdapat dalam kitab Sunan Abu Dawud, juz 1, hlm. 349; Musnad Ahmad , juz 39, hlm. 184, 185 dan 186; Sunan al-Kubra li al-Baihaqi, juz 8, hlm. 138; Mu’jam al-Kabir li al-Thabrani , juz 14, hlm. 326 dan 327. Berikut ini dikemukakan secara lengkap teks hadits tersebut serta jalur-jalur sanadnya:       سنن أبي داود (ج 1\ ص 349) باب تَشْمِيتِ الْعَاطِسِ فِى الصَّلاَةِ. رقم : 931 حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى ح وَحَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ - الْمَعْنَى - عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ حَدَّثَنِى يَحْيَى بْنُ أَبِى كَثِيرٍ عَنْ هِلاَلِ بْنِ أَبِى مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِىِّ قَالَ صَ

KISAH SINGA DAN GAJAH

Di sebuah hutan terdapat raja hutan (singa) yang merasa dirinya hebat, dan untuk melegalisasikan kehebatannya, maka si singa bertanya kepada sebagian penghuni hutan. Bertanyalah si singa kepada seekor gorila. Singa: “Hai gorila, siapakah yang paling gagah di hutan ini?” Gorila: “Anda tuanku Baginda.” Banggalah si singa mendengar itu. Kemudian ia bertemu dengan seekor banteng. Singa: “Hai banteng, siapakah yang paling gagah dan hebat di hutan ini?” Banteng: “Sudah tentu Anda Baginda Raja hutan.” Mendengar jawaban-jawaban dari sebagian hewan yang ia temui, merasa sombonglah si singa. Kemudian ia berjalan kembali dengan PDnya, dan di tengah jalan ia bertemu dengan seekor gajah. Singa: “Hai gajah,Kau adalah hewan dengan hidung,telinga,dan badan terbesar di hutan ini,mungkin otakmu juga sebesar tubuhmu,,aku mau tanya, siapakah yang paling gagah dan perkasa di hutan ini?” akan Tetapi gajah tidak menjawab, dan di luar dugaan singa, gajah langsung menghajar dan menginja