Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2011

NOSTALGIA

KISAH SINGA DAN GAJAH

Di sebuah hutan terdapat raja hutan (singa) yang merasa dirinya hebat, dan untuk melegalisasikan kehebatannya, maka si singa bertanya kepada sebagian penghuni hutan. Bertanyalah si singa kepada seekor gorila. Singa: “Hai gorila, siapakah yang paling gagah di hutan ini?” Gorila: “Anda tuanku Baginda.” Banggalah si singa mendengar itu. Kemudian ia bertemu dengan seekor banteng. Singa: “Hai banteng, siapakah yang paling gagah dan hebat di hutan ini?” Banteng: “Sudah tentu Anda Baginda Raja hutan.” Mendengar jawaban-jawaban dari sebagian hewan yang ia temui, merasa sombonglah si singa. Kemudian ia berjalan kembali dengan PDnya, dan di tengah jalan ia bertemu dengan seekor gajah. Singa: “Hai gajah,Kau adalah hewan dengan hidung,telinga,dan badan terbesar di hutan ini,mungkin otakmu juga sebesar tubuhmu,,aku mau tanya, siapakah yang paling gagah dan perkasa di hutan ini?” akan Tetapi gajah tidak menjawab, dan di luar dugaan singa, gajah langsung menghajar dan menginja

Kisah Teladan

Pada suatu hari, di tengah terik matahari, seorang pemuda berjalan di sepanjang sungai. Tak ada makanan yang disentuhnya hari itu. Ia sangat lapar. Badannya lemas. Jalannya terseok-seok. Saking laparnya, matanya berkunang-kunang. Segera ia meminum air di sungai. Sedikit kesegaran terasa. Tiba-tiba, bersama aliran air, muncul sebuah apel merah mengambang. Buah itu terlihat nikmat. Tanpa sadar segera ditangkap, dibersihkannya, lalu disantapnya dengan cepat. Benar-benar manis. “Apel yang nikmat,” katanya dalam hati. Ketika laparnya hilang, sang pemuda baru sadar degan apa yang dimakannya. “Apel ini bukan milikku. Kenapa aku memakannya? Padahal, aku tidak tahu siapa pemiliknya,” hatinya membatin. Semakin direnungi, semakin ia merasa bersalah. Hatinya gundah dan tak tenang. Akhirnya ia memutuskan untuk memcari empunya apel dan akan memohon ridhanya atas apel yang dimakannya. Sang pemuda pun berjalan menelusuri ke arah hulu sungai, asal buah apel mengalir. Akhirnya, ia menemui pohon ap

Kisah Sedih Seorang Anak (2)

Disebuah desa yang terpencil, jauh dari keramaian dan hiruk pikuk kota yang mengalami 4 musim yang selalu mengintai kondisi kehidupannya. Hiduplah sebuah keluarga yang terdiri dari anak dan ibunya...hanya berdua di antara musim dingin pada saat itu. Anak yang sebenarnya tidak diinginkan dan diharapkan untuk bisa hidup bersama dan dibesarkan olehnya seorang diri. Memang kehidupan hedonis di masyarakat barat sudah menjadi kebiasaan yang lumrah. Perzinahan dan Kemaksiatan bukanlah suatu fenomena asing dan melanggar hukum, bahkan dilindungi oleh HAM (Hak Asasi Manusia) dan Liberalisme (Kebebasan), sehingga mereka bisa melakukannya di mana saja sekehendak hawa nafsu mereka, selama keduanya sepakat tanpa adanya rasa malu. Namun ternyata meskipun kehidupan serba bebas dan bernekaragam prilaku hedonis, satu hal yang mereka takutkan adalah mengandung anak yang "Kecolongan" dari aktivitasnya. Inilah awal dari dampak buruknya hedonisme dan prilaku dari kebebasan berekspresi. Tingkat

Kisah Sedih Seorang Anak

Sepasang suami isteri – seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya. Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan , tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya... karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya. Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendi

MASA KERASULAN SAMPAI ISLAMNYA UMAR (4)

Kedua orang utusan itu ialah 'Amr bin'l-'Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'a. Kepada Najasyi dan kepada para pembesar istana mereka mempersembahkan hadiah-hadiah dengan maksud supaya mereka sudi mengembalikan orang-orang yang hijrah dari Mekah itu kepada mereka.   "Paduka Raja," kata mereka, "mereka datang ke negeri paduka ini adalah budak-budak kami yang tidak punya malu. Mereka meninggalkan agama bangsanya dan tidak pula menganut agama paduka; mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri, yang tidak kami kenal dan tidak juga paduka. Kami diutus kepada paduka oleh pemimpin-pemimpin masyarakat mereka, oleh orang-orang tua, paman mereka dan keluarga mereka sendiri, supaya paduka sudi mengembalikan orang-orang itu kepada mereka. Mereka lebih mengetahui betapa orang-orang itu mencemarkan dan memaki-maki."   Sebenarnya kedua utusan itu telah mengadakan persetujuan dengan pembesar-pembesar

MASA KERASULAN SAMPAI ISLAMNYA UMAR (3)

Sikap dan kata-kata kemenakannya itu oleh Abu Talib disampaikan kepada Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib. Pembicaranya tentang Muhammad itu terpengaruh oleh suasana yang dilihat dan dirasakannya ketika itu. Dimintanya supaya Muhammad dilindungi dari tindakan Quraisy. Mereka semua menerima usul ini, kecuali Abu Lahab. Terang-terangan ia menyatakan permusuhannya. Ia menggabungkan diri pada pihak lawan mereka. Permintaan mereka supaya ia dilindungi itu sudah tentu karena terpengaruh oleh fanatisma golongan dan permusuhan lama antara Banu Hasyim dan Banu Umayya. Tetapi bukan fanatisma itu saya yang mendorong Quraisy bersikap demikian. Ajarannya itu sungguh berbahaya bagi kepercayaan yang biasa dilakukan oleh leluhur mereka. Kedudukan Muhammad di tengah-tengah mereka, pendiriannya yang teguh serta ajarannya pada kebaikan supaya orang hanya menyembah Zat Yang Tunggal, yang pada waktu itu memang sudah meluas

MASA KERASULAN SAMPAI ISLAMNYA UMAR (2)

Ia minta waktu akan berunding dengan ayahnya lebih dulu. Semalaman itu ia merasa gelisah. Tetapi besoknya ia memberi tahukan kepada suami-isteri itu, bahwa ia akan mengikuti mereka berdua, tidak perlu minta pendapat Abu Talib. "Tuhan menjadikan saya tanpa saya perlu berunding dengan Abu Talib. Apa gunanya saya harus berunding dengan dia untuk menyembah Allah."   Jadi Ali adalah anak pertama yang menerima Islam. Kemudian Zaid b. Haritha, bekas budak Nabi. Dengan demikian Islam masih terbatas hanya dalam lingkungan keluarga Muhammad: dia sendiri, isterinya, kemenakannya dan bekas budaknya. Masih juga ia berpikir-pikir, bagaimana akan mengajak kaum Quraisy itu. Tahu benar ia, betapa kerasnya mereka itu dan betapa pula kuatnya mereka berpegang pada berhala yang disembah-sembah nenek moyang mereka itu. Pada waktu itu Abu Bakr b. Abi Quhafa dari kabilah Taim adalah teman akrab Muhammad. Ia senang sekali kepadanya, karena sudah diketahu