Langsung ke konten utama

MASA KERASULAN SAMPAI ISLAMNYA UMAR (3)


Sikap   dan   kata-kata   kemenakannya   itu  oleh  Abu  Talib
disampaikan  kepada  Banu   Hasyim   dan   Banu   al-Muttalib.
Pembicaranya  tentang  Muhammad  itu  terpengaruh oleh suasana
yang dilihat dan dirasakannya ketika  itu.  Dimintanya  supaya
Muhammad   dilindungi  dari  tindakan  Quraisy.  Mereka  semua
menerima usul  ini,  kecuali  Abu  Lahab.  Terang-terangan  ia
menyatakan  permusuhannya.  Ia  menggabungkan  diri pada pihak
lawan mereka. Permintaan mereka supaya ia dilindungi itu sudah
tentu   karena   terpengaruh   oleh   fanatisma  golongan  dan
permusuhan lama antara Banu Hasyim  dan  Banu  Umayya.  Tetapi
bukan  fanatisma  itu  saya  yang  mendorong  Quraisy bersikap
demikian. Ajarannya itu  sungguh  berbahaya  bagi  kepercayaan
yang  biasa  dilakukan oleh leluhur mereka. Kedudukan Muhammad
di  tengah-tengah  mereka,  pendiriannya  yang   teguh   serta
ajarannya  pada kebaikan supaya orang hanya menyembah Zat Yang
Tunggal, yang pada waktu  itu  memang  sudah  meluas  juga  di
kalangan  kabilah-kabilah Arab, bahwa agama Allah itu bukanlah
seperti yang ada pada mereka sekarang,  membuat  mereka  dapat
membenarkan  juga  sikap kemenakan mereka itu, Muhammad, dalam
menyatakan pendiriannya, seperti yang  pernah  dilakukan  oleh
Umayya  b.  Abi'sh-Shalt  dan  Waraqa b. Naufal dan yang lain.
Kalau Muhammad memang benar - dan ini yang tidak dapat  mereka
pastikan  -  maka kebenaran itu akan tampak juga dan merekapun
akan merasakan pula kemegahannya. Sebaliknya, kalau tidak atas
dasar  kebenaran,  maka  orangpun akan meninggalkannya seperti
yang sudah terjadi sebelum itu. Akhirnya ajaran  demikian  ini
tidak  akan  meninggalkan bekas dalam mengeluarkan mereka dari
tradisi yang ada dan dia  sendiripun  akan  diserahkan  kepada
musuh supaya dibunuh.

Terhadap   gangguan   Quraisy   ia   dapat  berlindung  kepada
goIongannya,  seperti  kepada  Khadijah  bila   ia   mengalami
kesedihan.  Baginya  - dengan imannya yang sungguh-sungguh dan
cinta-kasihnya yang besar - Khadijah adalah lambang  kejujuran
yang  dapat menghilangkan segala kesedihan hatinya, yang dapat
menguatkan kembali setiap ciri kelemahan yang  mungkin  timbul
karena  siksaan  musuh-musuhnya yang begitu keras menentangnya
serta    melakukan    penyiksaan    terus-menerus     terhadap
pengikut-pengikutnya.
 
Sebelum  itu  sebenarnya  Quraisy memang tidak pernah mengenal
hidup tenteram. Bahkan setiap kabilah  itu  langsung  menyerbu
kaum Muslimin yang ada di kalangan mereka: disiksa dan dipaksa
melepaskan  agamanya;  sehingga  di  antara  mereka  ada  yang
mencampakkan  budaknya,  Bilal,  ke  atas pasir di bawah terik
matahari yang membakar, dadanya ditindih dengan batu dan  akan
dibiarkan  mati. Soalnya karena ia teguh bertahan dalam Islam!
Dalam kekerasan semacam itu Bilal hanya berkata: "Ahad,  Ahad,
Hanya  Yang  Tunggal!"  Ia  memikul  semua  siksaan  itu  demi
agamanya.
 
Ketika  pada  suatu  hari  oleh  Abu  Bakr  dilihatnya   Bilal
mengalami  siksaan  begitu rupa, ia dibelinya lalu dibebaskan.
Tidak sedikit budak-budak yang mengalami kekerasan serupa  itu
oleh  Abu  Bakr  dibeli  -  diantaranya  budak  perempuan Umar
bin'l-Khattab, dibelinya dari Umar [sebelum masuk Islam].  Ada
pula  seorang  wanita yang disiksa sampai mati karena ia tidak
mau meninggalkan Islam kembali kepada kepercayaan leluhurnya.
 
Kaum Muslimin di luar budak-budak  itu,  dipukuli  dan  dihina
dengan berbagai cara. Muhammad juga tidak terkecuali mengalami
gangguan-gangguan - meskipun sudah dilindungi oleh Banu Hasyim
dan  Banu al-Muttalib. Umm Jamil, isteri Abu Jahl, melemparkan
najis  ke  depan  rumahnya.  Tetapi   cukup   Muhammad   hanya
membuangnya   saja.   Dan   pada  waktu  sembayang,  Abu  Jahl
melemparinya dengan isi perut kambing  yang  sudah  disembelih
untuk  sesajen  kepada berhala-berhala. Ditanggungnya gangguan
demikian itu dan ia pergi kepada  Fatimah,  puterinya,  supaya
mencucikan  dan  membersihkannya  kembali.  Ditambah  lagi, di
samping semua itu,  kaum  Muslimin  harus  menerima  kata-kata
biadab dan keji kemana saja mereka pergi.
 
Cukup  lama  hal  serupa  itu  berjalan.  Tetapi kaum Muslimin
tambah teguh terhadap agama mereka. Dengan dada terbuka mereka
menerima  siksaan  dan  kekerasan  itu  - demi akidah dan iman
mereka.
 
Perioda yang telah  dilalui  dalam  hidup  Muhammad  a.s.  ini
adalah  perioda  yang  paling dahsyat yang pernah dialami oleh
sejarah umat manusia. Baik Muhammad atau mereka  yang  menjadi
pengikutnya,   bukanlah   orang-orang   yang   menuntut  harta
kekayaan, kedudukan atau kekuasaan, melainkan orang-orang yang
menuntut  kebenaran  serta  keyakinannya  akan  kebenaran itu.
Muhammad adalah orang yang mengharapkan bimbingan bagi  mereka
yang   mengalami  penderitaan,  dan  membebaskan  mereka  dari
belenggu paganisma yang rendah,  yang  menyusup  kedalam  jiwa
manusia sampai ke lembah kehinaan yang sangat memalukan.
 
Demi tujuan rohani yang luhur itulah - tidak untuk tujuan yang
lain  -  ia  mengalami  siksaan.  Penyair-penyair   memakinya,
orang-orang  Quraisy  berkomplot hendak membunuhnya di Ka'bah.
Rumahnya dilempari  batu,  keluarga  dan  pengikut-pengikutnya
diancam.  Tetapi  dengan semua itu malah ia makin tabah, makin
gigih meneruskan dakwah. Jiwa kaum  mukmin  yang  mengikutinya
itu  sudah  padat oleh ucapannya: "Demi Allah, kalaupun mereka
meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan  di
tangan  kiriku,  dengan  maksud  supaya aku meninggalkan tugas
ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar  nanti  Allah  yang
akan  membuktikan  kemenangan itu; di tanganku atau aku binasa
karenanya."
 
Segala pengorbanan yang besar-besar itu tak ada  artinya  bagi
mereka,  mautpun  sudah  tak  berarti lagi demi kebenaran, dan
membimbing Quraisy ke arah itu. Kadang orang heran, iman sudah
begitu  mempersonakan jiwa penduduk Mekah pada waktu agama ini
belum lengkap, pada waktu ayat-ayat Qur'an  yang  turun  masih
sedikit.  Kadang  juga  orang mengira, bahwa pribadi Muhammad,
sifatnya  yang   lemah-lembut,   keindahan   akhlaknya   serta
kejujurannya yang sudah cukup dikenal, di samping kemauan yang
keras dan pendiriannya yang teguh,  adalah  sebab  dari  semua
itu.  Sudah  tentu  ini  juga ada pengaruhnya. Akan tetapi ada
sebab-sebab lain  yang  juga  patut  diperhatikan  yang  tidak
sedikit pula ikut memegang peranan.
 
Muhammad  tinggal  dalam suatu daerah yang merdeka mirip-mirip
sebuah republik Dari segi keturunan ia menempati  puncak  yang
tinggi.  Hartapun  sudah cukup seperti yang dikehendakinya. Ia
dari Keluarga Hasyim pula,  juru  kunci  Ka'bah  dan  penguasa
urusan  air. Gelar-gelar keagamaan yang tinggi-tinggi ada pada
mereka. Jadi dalam keadaan itu ia tidak lagi membutuhkan harta
kekayaan,  pangkat  atau sesuatu kedudukan politik atau agama.
Dalam hal ini ia berbeda pula dengan para rasul dan  nabi-nabi
sebelumnya.  Musa  yang  dilahirkan  di  Mesir  bertemu dengan
Firaun yang oleh penduduk sudah dituhankan,  dan  Firaun  juga
yang  berkata:  "Aku  adalah  tuhanmu  yang  tertinggi,"  yang
dibantu pula oleh pemuka-pemuka agama melakukan tekanan kepada
orang   dengan   pelbagai   macam   kekejaman,  pemerasan  dan
pemaksaan. Revolusi yang dilakukan Musa  atas  perintah  Tuhan
adalah  revolusi  dalam  struktur politik dan agama sekaligus.
Bukankah keinginannya supaya Firaun dan orang yang menimba air
dengan  syaduf  dari  sungai  Nil  itu  dihadapan  Tuhan  sama
sederajat? Jadi dimana ketuhanan Firaun itu  dan  dimana  pula
ketentuan  yang  berlaku!  Harus  dihancurkan  semua  itu  dan
revolusi itupun terlebih dulu harus bersifat politik.
 
Oleh karena itu, dari semula ajaran Musa  itu  sudah  mendapat
perlawanan  hebat  dari  Firaun. Dengan demikian, supaya orang
menerima seruannya itu, ia diperkuat oleh mujizat-mujizat.  Ia
melemparkan  tongkatnya,  dan  tongkat itu menjadi seekor ular
yang bergerak-gerak,  menelan  semua  hasil  pekerjaan  tukang
tukang  sihir  Firaun  itu. Itupun tidak memberi hasil apa-apa
buat Musa. Terpaksa ia meninggalkan Mesir tanah airnya.  Dalam
hijrahnya itupun diperkuat pula ia dengan sebuah mujizat yaitu
terbelahnya jalan di tengah-tengah air lautan itu.
 
Juga Isa, yang dilahirkan di Nazareth di  bilangan  Palestina,
yang  pada  waktu  itu merupakan wilayah Rumawi yang berada di
bawah  kekuasaan  kaisar-kaisar  dengan  segala   kekejamannya
sebagai   pihak   penjajah  dan  kekuasaan  dewa-dewa  Rumawi,
mengajak orang  supaya  sabar  menghadapi  kekejaman  itu  dan
bertobat   bagi   yang   menyesal   dan  macam-macam  perasaan
belaskasih lagi, yang  oleh  pihak  penguasa  justru  dianggap
pemberontakan   terhadap   kekuasaan  mereka.  Maka  Isa  juga
diperkuat dengan mujizat-mujizat: menghidupkan orang mati  dan
menyembuhkan  orang  sakit;  dan  yang lain diperkuat oleh Ruh
Kudus. Memang benar, bahwa inti ajaran-ajaran mereka itu  pada
dasarnya  bertemu  dengan  inti  ajaran-ajaran  Muhammad juga,
lepas dari detail yang bukan  tempatnya  untuk  dijelaskan  di
sini.  Akan  tetapi  motif  yang  berbagai macam ini, dan yang
terutama motif politik, adalah yang menjadi tujuannya juga.
 
Sebaliknya Muhammad, keadaannya seperti yang kita sebutkan  di
atas,   sifat  ajarannya  adalah  intelektual  dan  spiritual.
Dasarnya  adalah  mengajak  kepada  kebenaran,  kebaikan   dan
keindahan.  Suatu ajakan yang berdiri sendiri dari mula sampai
akhir.  Karena  jauhnya  dari  segala  pertentangan   politik,
struktur  republik  yang  sudah  ada di Mekah itu tidak pernah
mengalami sesuatu kekacauan.
 
Mungkin pembaca akan terkejut bila saya katakan, bahwa  antara
dakwah   Muhammad   dengan   metoda  ilmiah  modern  mempunyai
persamaan  yang  besar  sekali.  Metoda   ilmiah   ini   ialah
mengharuskan  kita  -  apabila  kita  hendak  mengadakan suatu
penyelidikan - terlebih  dulu  membebaskan  diri  dari  segala
prasangka, pandangan hidup dan kepercayaan yang sudah ada pada
diri kita yang berhubungan dengan penyelidikan itu. Di situlah
kita  memulai  dengan  mengadakan  observasi  dan  eksperimen,
mengadakan perbandingan yang sistematis, kemudian baru  dengan
silogisma  yang  sudah didasarkan kepada premisa-premisa tadi.
Apabila semua itu sudah  dapat  disimpulkan,  maka  kesimpulan
demikian   itu  dengan  sendirinya  masih  perlu  dibahas  dan
diselidiki lagi. Tetapi bagaimanapun juga ini sudah  merupakan
suatu   data   ilmiah   selama   penyelidikan  tersebut  belum
memperlihatkan kekeliruan. Metoda ilmiah  demikian  ini  ialah
yang terbaik yang pernah dicapai umat manusia demi kemerdekaan
berpikir. Metoda dan dasar-dasar dakwah demikian  inilah  pula
yang menjadi pegangan Muhammad.
 
Bagaimana  pula  mereka  yang menjadi pengikutnya itu puas dan
beriman sungguh-sungguh  akan  ajarannya?  Segala  kepercayaan
lama  terkikis  habis  dari  jiwa  mereka, dan sekarang mereka
mulai memikirkan masa depan mereka.
 
Waktu   itu   setiap   kabilah    Arab    mempunyai    berhala
sendiri-sendiri.  Mana  pula  gerangan  berhala yang benar dan
mana yang  sesat?  Di  negeri-negeri  Arab  dan  negeri-negeri
sekitarnya  ketika  itu  memang  sudah  ada  penganut-penganut
Sabian dan Majusi  penyembah  api,  juga  ada  yang  menyembah
matahari.  Mana  diantara  mereka itu yang benar dan mana pula
yang sesat?
 
Baiklah  kita  kesampingkan  dulu  semua  ini,  kita  hapuskan
jejaknya  dari  jiwa  kita.  Kita bebaskan dulu diri kita dari
segala konsepsi dan kepercayaan lama. Baiklah kita  renungkan.
Merenungkan  dan meninjau pada dasarnya sama. Yang pasti ialah
bahwa seluruh alam ini  satu  sama  lain  saling  berhubungan.
Manusia,   puak-puak  dan  bangsa-bangsa  saling  berhubungan.
Manusia berhubungan juga dengan hewan dan dengan  benda,  bumi
kita  berhubungan dengan matahari, dengan bulan dan tata-surya
lainnya.   Dan   semua   itupun   berhubungan   pula    dengan
undang-undang  yang sudah tali-temali, tak dapat ditukar-tukar
atau diubah-ubah lagi. Matahari tidak seharusnya akan mengejar
bulan,  malampun  takkan  dapat mendahului siang. Andaikata di
antara isi alam ini ada yang berubah  atau  berganti,  niscaya
akan   berganti  pulalah  segala  yang  ada  dalam  alam  ini.
Andaikata matahari tidak lagi  menyinari  dan  memanasi  bumi,
menurut  undang-undang  yang sudah berjalan sejak jutaan tahun
yang lalu, niscaya bumi dan  langit  ini  sudah  akan  berubah
pula.  Dan  oleh  karena yang demikian ini tidak terjadi, maka
atas semua itu sudah tentu ada  zat  yang  menguasainya.  Dari
situ  ia  tumbuh, dengan itu ia berkembang dan ke situ pula ia
kembali. Hanya kepada Zat ini sajalah semata manusia menyerah.
Demikian  juga, segala yang ada dalam alam ini menyerah semata
kepada Zat ini, persis seperti manusia.  Baik  manusia,  alam,
ruang  dan  waktu  adalah suatu kesatuan. Maka Zat itulah inti
dan sumbernya. Jadi,  hanya  kepada  Zat  itu  sajalah  semata
ibadat  dilakukan.  Hanya  kepada  Zat itu sajalah jantung dan
jiwa manusia dihadapkan. Ke dalam alam  itu  juga  kita  harus
melihat  dan  merenungkan  undang-undang alam yang kekal abadi
itu. Jadi segala yang disembah  manusia  selain  Allah  berupa
berhala-berhala,  raja-raja,  firaun-firaun, api dan matahari,
hanyalah suatu ilusi batil saja, tidak sesuai dengan  martabat
dan  kehormatan  manusia,  tidak  sesuai  dengan  akal pikiran
manusia serta dengan kemampuan yang ada  dalam  dirinya;  yang
dapat  membuat  kesimpulan  atas  undang-undang Tuhan terhadap
ciptaanNya itu, dengan jalan merenungkannya.
 
Inilah rasanya esensi ajaran Muhammad seperti  yang  diketahui
kaum  Muslimin  yang  mula-mula  itu.  Ajaran yang disampaikan
wahyu kepada mereka melalui Muhammad itu  adalah  puncak  dari
bahasa  sastra  yang  telah  menjadi  mujizat  dan  akan terus
berlaku demikian. Terpadunya kebenaran dan cara  melukiskannya
dengan  keindahan  yang  luarbiasa  itu kini tampak di hadapan
mereka. Di sini jiwa dan kalbu mereka meningkat lebih  tinggi,
berhubungan  dengan  Zat Yang Maha Mulia. Lalu datang Muhammad
menuntun mereka bahwa kebaikan itulah jalan yang  akan  sampai
ke  tujuan.  Mereka  akan  mendapat  balasan atas kebaikan itu
bilamana mereka sudah menunaikan kewajiban dalam hidup  dengan
tekun.  Setiap  orang  akan  mendapat  balasan  sesuai  dengan
perbuatannya.
 
"Barangsiapa berbuat kebaikan seberat atompun akan dilihatnya;
dan   barangsiapa   berbuat  kejahatan  seberat  atompun  akan
dilihatnya pula." (Qur'an 99: 7-8)
 
Dalam menjunjung pikiran manusia ke tempat yang  lebih  tinggi
kiranya tak ada yang lebih tinggi dari ini! Juga menghancurkan
belenggu yang  senantiasa  mengikatnya  itu!  Terserah  kepada
manusia.  Ia  mau memahami ini, mau beriman dan mengerjakannya
untuk mencapai puncak ketinggian martabat  manusia  itu!  Demi
mencapai  tujuan,  segala pengorbanan terasa ringan bagi orang
yang sudah beriman itu.
 
Karena posisi Muhammad dan  pengikut-pengikutnya  yang  begitu
agung,   Banu   Hasyim   dan  Banu  al-Muttalib  tambah  ketat
menjaganya dari setiap gangguan.  Pada  suatu  hari  Abu  Jahl
bertemu  dengan Muhammad, ia mengganggunya, memaki-makinya dan
mengeluarkan kata-kata yang tidak  pantas  dialamatkan  kepada
agama  ini. Tetapi Muhammad tidak melayaninya. Ditinggalkannya
ia  tanpa  diajak  bicara.  Hamzah,  pamannya  dan  saudaranya
sesusu,  yang masih berpegang pada kepercayaan Quraisy, adalah
seorang  laki-laki  yang  kuat  dan  ditakuti.  Ia   mempunyai
kegemaran  berburu. Bila ia kembali dan berburu, terlebih dulu
mengelilingi Ka'bah sebelum langsung pulang ke rumahnya.
 
Hari  itulah,  bilamana  ia  datang   dan   mengetahui   bahwa
kemenakannya  itu mendapat gangguan Abu Jahl, ia meluap marah.
Ia pergi ke Ka'bah, tidak lagi ia memberi  salam  kepada  yang
hadir  di  tempat  itu seperti biasanya, melainkan terus masuk
kedalam  mesjid  menemui  Abu   Jahl.   Setelah   dijumpainya,
diangkatnya   busurnya   lalu   dipukulkannya  keras-keras  di
kepalanya. Beberapa orang dan Banu Makhzum mencoba mau membela
Abu  Jahl.  Tapi tidak jadi. Kuatir mereka akan timbul bencana
dan membahayakan  sekali,  dengan  mengakui  bahwa  ia  memang
mencaci maki Muhammad dengan tidak semena-mena.
 
Sesudah  itulah  kemudian  Hamzah  menyatakan  masuk Islam. Ia
berjanji kepada Muhammad akan membelanya dan akan berkurban di
jalan Allah sampai akhir hayatnya.
 
Pihak   Quraisy   merasa   sesak  dada  melihat  Muhammad  dan
kawan-kawannya makin hari makin kuat. Di samping itu, gangguan
dan  siksaan  yang  dialamatkan  kepada  mereka,  tidak  dapat
mengurangi iman mereka dan menyatakannya  terus-terang,  tidak
dapat  menghalangi  mereka melakukan kewajiban agama. Terpikir
oleh Quraisy akan membebaskan diri dari Muhammad, dengan  cara
seperti yang mereka bayangkan, memberikan segala keinginannya.
Mereka rupanya lupa bahwa keagungan  dakwah  Islam,  kemurnian
esensi  ajaran  rohaninya  yang  begitu tinggi, berada di atas
segala pertentangan ambisi politik. 'Utba b.  Rabi'a,  seorang
bangsawan  Arab  terkemuka,  mencoba  membujuk  Quraisy ketika
mereka dalam tempat pertemuan dengan mengatakan bahwa ia  akan
bicara  dengan  Muhammad dan akan menawarkan kepadanya hal-hal
yang barangkali mau menerimanya.  Mereka  mau  memberikan  apa
saja kehendaknya, asal ia dapat dibungkam.
 
Ketika itulah 'Utba bicara dengan Muhammad.
 
"Anakku,"  katanya, "seperti kau ketahui, dari segi keturunan,
engkau mempunyai tempat di kalangan kami. Engkau telah membawa
soal   besar  ketengah-tengah  masyarakatmu,  sehingga  mereka
cerai-berai  karenanya.  Sekarang,  dengarkanlah,  kami   akan
menawarkan   beberapa   masalah,  kalau-kalau  sebagian  dapat
kauterima Kalau dalam hal ini yang kauinginkan  adalah  harta,
kamipun  siap  mengumpulkan  harta kami, sehingga hartamu akan
menjadi yang terbanyak di antara kami. Kalau  kau  menghendaki
pangkat,  kami  angkat  engkau  diatas kami semua; kami takkan
memutuskan  suatu  perkara  tanpa  ada  persetujuanmu.   Kalau
kedudukan  raja  yang  kauinginkan,  kami nobatkan kau sebagai
raja kami. Jika engkau dihinggapi  penyakit  saraf4  yang  tak
dapat  kautolak  sendiri,  akan  kami  usahakan  pengobatannya
dengan harta-benda kami sampai kau sembuh."
 
Selesai ia bicara, Muhammad membacakan Surah as-Sajda (41 = Ha
Mim). 'Utba diam mendengarkan kata-kata yang begitu indah itu.
Dilihatnya sekarang yang berdiri di  hadapannya  itu  bukanlah
seorang  laki-laki  yang  didorong  oleh  ambisi  harta, ingin
kedudukan  atau  kerajaan,  juga  bukan  orang   yang   sakit,
melainkan orang yang mau menunjukkan kebenaran, mengajak orang
kepada kebaikan. Ia mempertahankan sesuatu  dengan  cara  yang
baik, dengan kata-kata penuh mujizat.
 
Selesai  Muhammad  membacakan  itu  'Utba pergi kembali kepada
Quraisy.  Apa  yang  dilihat  dan   didengarnya   itu   sangat
mempesonakan dirinya. Ia terpesona karena kebesaran orang itu.
Penjelasannya sangat menarik sekali.
 
Persoalannya 'Utba ini tidak menyenangkan pihak Quraisy,  juga
pendapatnya    supaya    Muhammad    dibiarkan   saja,   tidak
menggembirakan mereka,  sebaliknya  kalau  mengikutinya,  maka
kebanggaannya buat mereka.
 
Maka    kembali   lagilah   mereka   memusuhi   Muhammad   dan
sahabat-sahabatnya dengan menimpakan  bermacam-macam  bencana,
yang  selama  ini  dalam  kedudukannya  itu  ia  berada  dalam
perlindungan golongannya dan dalam penjagaan Abu  Talib,  Banu
Hasyim dan Banu al-Muttalib.

Gangguan    terhadap   kaum   Muslimin   makin   menjadi-jadi,
sampai-sampai ada yang dibunuh, disiksa dan semacamnya.  Waktu
itu   Muhammad  menyarankan  supaya  mereka  terpencar-pencar.
Ketika mereka bertanya kepadanya  kemana  mereka  akan  pergi,
mereka  diberi nasehat supaya pergi ke Abisinia yang rakyatnya
menganut agama Kristen. "Tempat itu  diperintah  seorang  raja
dan tak ada orang yang dianiaya disitu. Itu bumi jujur; sampai
nanti Allah membukakan jalan buat kita semua."
 
Sebagian kaum Muslimin ketika itu lalu berangkat  ke  Abisinia
guna  menghindari  fitnah  dan  tetap  berlindung kepada Tuhan
dengan mempertahankan agama. Mereka berangkat dengan melakukan
dua  kali hijrah. Yang pertama terdiri dari sebelas orang pria
dan empat wanita. Dengan sembunyi-sembunyi mereka keluar  dari
Mekah  mencari  perlindungan.  Kemudian mereka mendapat tempat
yang baik di bawah Najasyi.5
 
Bilamana kemudian tersiar berita bahwa kaum Muslimin di  Mekah
sudah  selamat  dari  gangguan Quraisy, merekapun lalu kembali
pulang, seperti yang akan diceritakan  nanti.  Tetapi  setelah
ternyata kemudian mereka mengalami kekerasan lagi dari Quraisy
melebihi yang sudah-sudah, kembali lagi  mereka  ke  Abisinia.
Sekali  ini  terdiri  dari  delapanpuluh orang pria tanpa kaum
isteri  dan  anak-anak.  Mereka  tinggal  di  Abisinia  sampai
sesudah hijrah Nabi ke Yathrib.
 
Hijrah ke Abisinia ini adalah hijrah pertama dalam Islam.6
 
Sudah pada tempatnya bagi setiap penulis sejarah Muhammad akan
bertanya: Adakah tujuan hijrah yang  dilakukan  kaum  Muslimin
atas  saran dan anjurannya itu karena akan melarikan diri dari
orang-orang kafir Mekah beserta gangguan yang mereka  lakukan,
ataukah  karena  suatu tujuan politik Islam, yang di balik itu
dimaksudkan oleh Muhammad  dengan  tujuan  yang  lebih  luhur?
Sudah pada tempatnya pula apabila penulis sejarah Muhammad itu
akan bertanya tentang hal ini, setelah terbukti  dari  sejarah
Nabi berbangsa Arab ini dalam seluruh fase kehidupannya, bahwa
dia seorang politikus yang berpandangan jauh, seorang  pembawa
risalah  dan  moral  jiwa  yang begitu luhur, sublim dan agung
yang tak ada taranya. Dan yang menjadi alasan  dalam  hal  ini
ialah  apa yang disebutkan dalam sejarah, bahwa penduduk Mekah
tidak suka hati ada kaum  Muslimin  yang  pergi  ke  Abisinia.
Bahkan  mereka  kemudian  mengutus  dua orang menemui Najasyi.
Mereka membawa hadiah-hadiah  berharga  guna  meyakinkan  raja
supaya  dapat  mengembalikan  kaum  Muslimin  itu ke tanah air
mereka. Pada  waktu  itu  penduduk  Abisinia  dan  penguasanya
adalah   orang-orang  Nasrani.  Dari  segi  agama  orang-orang
Quraisy tidak kuatir bahwa mereka akan ikut Muhammad.
 
Disebabkan oleh rasa  kegelisahan  terhadap  peristiwa  itukah
maka  mereka lalu mengutus orang, meminta supaya kaum Muslimin
itu  dikembalikan?  Mereka  menganggap,   bahwa   perlindungan
Najasyi  terhadap  mereka  setelah mendengar keterangan mereka
itu akan membawa pengaruh juga kepada  penduduk  jazirah  Arab
sehingga  mereka  akan  mau  menerima  agama  Muhammad dan mau
menjadi  pengikutnya.  Ataukah  mereka  kuatir,   kalau   kaum
Muslimin  menetap  di  Abisinia,  mereka  akan bertambah kuat,
sehingga bila kelak mereka pulang kembali  membantu  Muhammad,
mereka kembali dengan kekuatan, harta dan tenaga?
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ZIKIR VERSI TAREKAT

1. Enam tingkatan dalam persiapan zikir, I. Berniat Dalam niat itu diucapkan : "Ilaahi anta maqshuudii wa ridhaka mathlubi". (Ya Allah, Engkaulah yang aku maksud dan keridhaan-Mulah yang aku cari). II. Duduk Tarekat. Yaitu duduk seperti duduk tahiyat terakhir dalam sholat, kepala ditundukkan ke sisi kiri. III. Rabithatu Mursyid (rasa pertalian dgn Nabi Muhammad saw). 1. Mengucapkan: "Assalmu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wabarakatuh". Pada tingkat ini seolah-olah Nabi Muhammad saw hadir di depan kita bersalaman. 2. Kemudian mengucapkan: "Assalamu 'alaina wa 'ala ibadishshalihin". Mengucapkan salam atas diri dan hamba-hamba Allah swt yg sholeh. IV. Bertobat. A. Membaca Istighfar tujuh kali Diniatkan supaya diampunkan oleh Allah swt dosa kita, yaitu: 1. Mata, 2. Telinga, 3. Hidung, 4. Mulut, 5. Tangan, 6. Kaki, dan 7. Syahwat. B. Membaca Istighfar tujuh kali untuk diampunkan dosa bathin, yait

TAKHRIJ HADITS TENTANG MENDATANGI DUKUN

TAKHRIJ HADITS TENTANG MENDATANGI DUKUN Penelitian  takhrij dilakukan dengan menggunakan metode takhrij al-hadits bi al-lafzh dengan menggunakan program CD Al-Maktabah al-Syamilah Versi 3.28 dengan kata kunci يَأْتُونَ الْكُهَّان . Menurut hasil pencarian, potongan hadits tesebut terdapat dalam kitab Sunan Abu Dawud, juz 1, hlm. 349; Musnad Ahmad , juz 39, hlm. 184, 185 dan 186; Sunan al-Kubra li al-Baihaqi, juz 8, hlm. 138; Mu’jam al-Kabir li al-Thabrani , juz 14, hlm. 326 dan 327. Berikut ini dikemukakan secara lengkap teks hadits tersebut serta jalur-jalur sanadnya:       سنن أبي داود (ج 1\ ص 349) باب تَشْمِيتِ الْعَاطِسِ فِى الصَّلاَةِ. رقم : 931 حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى ح وَحَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ - الْمَعْنَى - عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ حَدَّثَنِى يَحْيَى بْنُ أَبِى كَثِيرٍ عَنْ هِلاَلِ بْنِ أَبِى مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِىِّ قَالَ صَ

KISAH SINGA DAN GAJAH

Di sebuah hutan terdapat raja hutan (singa) yang merasa dirinya hebat, dan untuk melegalisasikan kehebatannya, maka si singa bertanya kepada sebagian penghuni hutan. Bertanyalah si singa kepada seekor gorila. Singa: “Hai gorila, siapakah yang paling gagah di hutan ini?” Gorila: “Anda tuanku Baginda.” Banggalah si singa mendengar itu. Kemudian ia bertemu dengan seekor banteng. Singa: “Hai banteng, siapakah yang paling gagah dan hebat di hutan ini?” Banteng: “Sudah tentu Anda Baginda Raja hutan.” Mendengar jawaban-jawaban dari sebagian hewan yang ia temui, merasa sombonglah si singa. Kemudian ia berjalan kembali dengan PDnya, dan di tengah jalan ia bertemu dengan seekor gajah. Singa: “Hai gajah,Kau adalah hewan dengan hidung,telinga,dan badan terbesar di hutan ini,mungkin otakmu juga sebesar tubuhmu,,aku mau tanya, siapakah yang paling gagah dan perkasa di hutan ini?” akan Tetapi gajah tidak menjawab, dan di luar dugaan singa, gajah langsung menghajar dan menginja