Langsung ke konten utama

Menagih Utang Dari Allah Part 1

Oleh : HAMSAR DB.
Tersebutlah Kisah seorang pemuda yang bermaksud menagih “Utang” Allah yang begitu banyak kepada almarhum ayahanda. Pemuda itu bernama Abdullah, pengangguran lugu dan polos tapi rajin dan taat beribadah kepada Allah SWT. Sepeninggal ayahanya ia diberitahu oleh tetangganya bahwa ayahanya dulu termasuk muzakki (pembayar zakat) yang taat, banyak berinfak dan memberi sumbangan masjid serta santunan kepada anak yatim dan fakir miskin. Itu artinya ayahmu (kata orang itu) memberi pinjaman yang baik kepada Allah Swt.
Abdullah juga pernah mendengar seorang kiyai dalam suatu pengajian di masjid, membacakan ayat Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 245 yang berbunyi :
`¨B #sŒ Ï%©!$# ÞÚ̍ø)ム©!$# $·Êös% $YZ|¡ym ¼çmxÿÏ軟ÒãŠsù ÿ¼ã&s! $]ù$yèôÊr& ZouŽÏWŸ2 4 ª!$#ur âÙÎ6ø)tƒ    äÝ+Áö6tƒur ÏmøŠs9Î)ur šcqãèy_öè? ÇËÍÎÈ
Artinya:  “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”
Dan masih banyak lagi ayat seperti ini yang pernah ia dengar yang menegaskan bahwa Zakat, Infaq dan Shadaqah itu adalah pinjaman Allah Swt. dari kita. Termotivasi oleh keterangan tetangganya dan ayat-ayat yang dibaca oleh kiyai dalam pengajian, maka Abdullah bermaksud menagih Allah agar membayar segera utang yang dipinjamkan oleh ayahnya, apalagi ia sangat membutuhkan uang.
Ketika niatnya itu disampaikan kepada tetangganya, iapun dilarang dan diberi nasehat agar tidak usah menagih Allah, tanpa ditagihpun Allah Swt. pasti akan membayarnya, cepat atau lambat. Abdullah bertanya dalam hati, tapi kapan ?, cepat dan lambatnya itu kapan ?.
Ah, aku tidak bisa bersabar, aku akan pergi menagih Allah, tapi dimana ? kata orang Allah itu ada diamana-mana dan  sebagian lagi ada yang mengatakan Allah itu tempatnya di atas. Sering seseorang kalau menyebut Allah dia menunjuk ke atas.
Dalam kebimbangan itu dia berkesimpulan akan pergi menemui Allah Swt. maka disuatu hari diapun bersiap akan berangkat dengan membawa beberapa potong pakaian dan sedikit uang sebagai bekal. Oleh beberapa tetangganya dia dinasehati agar jangan melakukan perjalanan, itu pekerjaan sia – sia, namun tekadnya sudah bulat apapun yang terjadi dia harus mencari dan menemui Allah Swt. untuk menagih utang yang dijanjikan itu. Akhirnya para tetangganya melepas kepergiannya dengan geleng – geleng kepala dan berkata; “ yah, biarkan sajalah, kita doakan dia selamat “.
Karena yakin Allah berada di tempat yang tinggi maka dia berjalan kearah perbukitan yang jauh di sebelah timur dari desanya. Dengan penuh keyakinan dan percaya diri dia terus melangkah melewati kampung demi kampung dan hanya singgah sebentar untuk shalat dan istirahat lalu berjalan lagi terus ketimur. Telah jauh perjalanan yang dia tempuh, telah banyak kampung yang dia lalui dan bekalnya telah habis. Akhirnya dia tiba pada sebuah desa pada petang hari menjelang malam, lalu ia singgah disebuah rumah orang kaya dan memohon kepada tuan rumah agar ia diizinkan menginap semalam karena ia adalah seorang musafir yang kemalaman.
Oleh tuan rumah diapun diterima dengan baik sebagai seorang tamu , lalu malamnya ( selesai shalat isya dan makan ) iapun ditanya; sipa namanya, darimana dan mau kemana ?. ketika dia menyebut mau mencari Allah untuk menagih piutang Ayahnya dari Allah, si tuan rumah tersentak kaget, “ betul kamu mencari Allah ? , kamu yakin akan bertemu Allah ? “, orang kaya itu tertawa lucu. Si Abdullah menjawab, “ Insya Allah pak saya yakin, tekad saya bulat pak, tolong doakan “. Tuan rumah tersenyum geli lalu iseng – iseng ia berkata, “ ya, saya doakan dan kalau kamu berhasil bertemu Allah tolong tanyakan, kenapa saya akhir-akhir ini selalu gelisah setiap malam dan susah tidur, selalu diliputi rasa curiga “, Abdullah berkata, “ Insya Allah pak nanti saya tanyakan kepada Allah”.
Esoknya diapun melanjutkan perjalanan setelah pamitan dan diberi sedikit bekal oleh orang kaya tersebut. Setiap berhenti shalat dia selalu berdo’a dengan penuh harap, “ Ya Allah, Ya Rahman ya Rahim, tolonglah hambaMu yang hina ini, bayarlah segera utangMu pada almarhum ayahku, hamba telah bersusah payah untuk menemui engkau ya Allah, kasihanilah daku “.
Selanjutnya Abdullah terus berjalan dari desa ke desa dan akhirnya tiba disalah satu desa pada waktu malam. Setelah ba’da shalat isya di masjid dia diantarkan oleh seseorang kerumah seorang dermawan yang juga seorang pensiunan hakim. Oleh tuan rumah dia diterima menginap di rumah itu dan diperlakukan dengan baik sesuai ajaran Rasulullah Saw.
Setelah ditanyakan identitas, asal dan tujuannya mengadakan perjalanan, diapun terus terang mengatakan bahwa dia akan mencari Allah, menagih utang yang dipinjamnya dari almarhum ayahku. Orang itu  kaget luar biasa. Ia menatap Abdullah dengan tajam, tak percaya akan kata –katanya, kemudian ia berkata, “ sadarlah wahai anak muda, Allah itu tidak bisa kau temui dan yang dimaksud pinjaman Allah di dalam Al-Qur’an itu, dikutip bahwa yang memberikan rezeki kepada ayahmu itu Allah jua, coba pikir, masa Allah yang Maha Kaya dan Maha Kuasa itu meminjam dari hambaNya yang miskin. Ya, kita ini miskin dihadapan Allah Swt. “

Bersambung ……………  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ZIKIR VERSI TAREKAT

1. Enam tingkatan dalam persiapan zikir, I. Berniat Dalam niat itu diucapkan : "Ilaahi anta maqshuudii wa ridhaka mathlubi". (Ya Allah, Engkaulah yang aku maksud dan keridhaan-Mulah yang aku cari). II. Duduk Tarekat. Yaitu duduk seperti duduk tahiyat terakhir dalam sholat, kepala ditundukkan ke sisi kiri. III. Rabithatu Mursyid (rasa pertalian dgn Nabi Muhammad saw). 1. Mengucapkan: "Assalmu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wabarakatuh". Pada tingkat ini seolah-olah Nabi Muhammad saw hadir di depan kita bersalaman. 2. Kemudian mengucapkan: "Assalamu 'alaina wa 'ala ibadishshalihin". Mengucapkan salam atas diri dan hamba-hamba Allah swt yg sholeh. IV. Bertobat. A. Membaca Istighfar tujuh kali Diniatkan supaya diampunkan oleh Allah swt dosa kita, yaitu: 1. Mata, 2. Telinga, 3. Hidung, 4. Mulut, 5. Tangan, 6. Kaki, dan 7. Syahwat. B. Membaca Istighfar tujuh kali untuk diampunkan dosa bathin, yait

KISAH SINGA DAN GAJAH

Di sebuah hutan terdapat raja hutan (singa) yang merasa dirinya hebat, dan untuk melegalisasikan kehebatannya, maka si singa bertanya kepada sebagian penghuni hutan. Bertanyalah si singa kepada seekor gorila. Singa: “Hai gorila, siapakah yang paling gagah di hutan ini?” Gorila: “Anda tuanku Baginda.” Banggalah si singa mendengar itu. Kemudian ia bertemu dengan seekor banteng. Singa: “Hai banteng, siapakah yang paling gagah dan hebat di hutan ini?” Banteng: “Sudah tentu Anda Baginda Raja hutan.” Mendengar jawaban-jawaban dari sebagian hewan yang ia temui, merasa sombonglah si singa. Kemudian ia berjalan kembali dengan PDnya, dan di tengah jalan ia bertemu dengan seekor gajah. Singa: “Hai gajah,Kau adalah hewan dengan hidung,telinga,dan badan terbesar di hutan ini,mungkin otakmu juga sebesar tubuhmu,,aku mau tanya, siapakah yang paling gagah dan perkasa di hutan ini?” akan Tetapi gajah tidak menjawab, dan di luar dugaan singa, gajah langsung menghajar dan menginja

TAKHRIJ HADITS TENTANG MENDATANGI DUKUN

TAKHRIJ HADITS TENTANG MENDATANGI DUKUN Penelitian  takhrij dilakukan dengan menggunakan metode takhrij al-hadits bi al-lafzh dengan menggunakan program CD Al-Maktabah al-Syamilah Versi 3.28 dengan kata kunci يَأْتُونَ الْكُهَّان . Menurut hasil pencarian, potongan hadits tesebut terdapat dalam kitab Sunan Abu Dawud, juz 1, hlm. 349; Musnad Ahmad , juz 39, hlm. 184, 185 dan 186; Sunan al-Kubra li al-Baihaqi, juz 8, hlm. 138; Mu’jam al-Kabir li al-Thabrani , juz 14, hlm. 326 dan 327. Berikut ini dikemukakan secara lengkap teks hadits tersebut serta jalur-jalur sanadnya:       سنن أبي داود (ج 1\ ص 349) باب تَشْمِيتِ الْعَاطِسِ فِى الصَّلاَةِ. رقم : 931 حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى ح وَحَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ - الْمَعْنَى - عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ حَدَّثَنِى يَحْيَى بْنُ أَبِى كَثِيرٍ عَنْ هِلاَلِ بْنِ أَبِى مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِىِّ قَالَ صَ