Langsung ke konten utama

Tafsir Surah Al-Fiil

AL – FIIL
( Gajah )
Surat Makkiyyah
Surat ke-105 : 5 ayat
"Dengan menyebut Nama Allah Yang Mahapemurah Lagi Mahapenyayang."

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Rabb-mu telah bertindak terhadap tentara gajah? (QS. 105:1) Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bab) itu sia-sia, (QS. 105:2) dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, (QS.105:3) yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, (QS. 105:4) lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat) f (QS. 105:5)
Ini merupakan salah satu dari nikmat yang dengannya Allah menguji kaum Quraisy, yaitu berupa penghindaran mereka dari pasukan Gajah yang telah bertekad bulat untuk menghancurkan Ka'bah serta menghilangkan bekas keberadaannya. Maka Allah membinasakan dan menghinakan mereka, menggagalkan usaha mereka, menyesatkan perbuatan mereka, serta mengembalikan mereka dengan membawa kegagalan yang memalukan. Mereka adalah kaum Nasrani. Agama mereka pada saat itu lebih dekat dengan agama kaum Quraisy, yaitu penyembahan berhala.

Tetapi peristiwa itu termasuk tanda sekaligus pendahuluan bagi pengutusan Rasulullah SAW. Sebab, menurut pendapai yang paling populer, pada tahun itu beliau dilahirkan. Secara tersirat, Allah Ta'ala mengatakan, "Kami tidak menolong kalian, wahai sekalian kaum Quraisy, untuk mengalahkan kaum Habsyi, karena posisi kalian yang lebih baik daripada mereka, akan tetapi Kami menghancurkan mereka untuk memelihara Baitul 'Atiq (Ka'bah) yang akan senantiasa Kami muliakan, agungkan, serta hormati melalui pengutusan seorang Nabi yang ummi (tidak dapat membaca dan menulis), Muhammad SAW, penutup para Nabi.

Berikut ini kisah pasukan Gajah yang disajikan secara ringkas dan singkat. Telah disampaikan sebelumnya, dalam kisah Ash-habul Ukhdud (orang-orang yang membuai parit) bahwa Dzu Nawwas, yang merupakan raja terakhir kejaraan Himyar, dia seorang musyrik. Dialah orang yang membunuh Ash-habul Ukhdud. Ash-habul Ukhdud adalah orang-orang Nasrani yang jumlahnya mendekati 20.000 orang. Tidak ada yang selamat darinya kecuali Dawus Dzu Tsa'laban. Kemudian Dawud pergi dan meminta bantuan kepada Kaisar, raja Syam, yang juga penganut Nasrani. Kemudian dia menulis surat kepada Najasyi, raja Habasyah, karena keberadaannya yang lebih dekat dengan mereka- Dia mengutus Dawus yang didampingi oleh dua orang anur; Aryath dan Abrahah bin ash-Shabah Abu Yaksum disertai satu pasukan besar. Kemudian mereka masuk ke Yaman dan menyelinap ke rumah-rumah, hingga akhirnya mereka berhasil merebut kerajaan dari Himyar dan Dzu Nawwas pun akhirnya binasa, tenggelam di laut. Habasyah berhasil menaklukkan Yaman dan mereka dipimpin oleh dua orang pemimpin; Aryath dan Abrahah. Kemudian kedua pemimpin itu berselisih pendapat dalam suatu urusan sehingga keduanya beradu mulut dan berperang. Lalu salah satu dari keduanya berkata kepada yang lainnya, "Sesungguhnya kita tidak perlu mengerahkan pasukan di antara kita, tetapi mari kita berhadapan satu lawan satu. Siapa di antara kita yang berhasil membunuh lawan, maka dialah yang berhak menduduki posisi raja. Kemudian tantangan itu pun disambut oleh yang lainnya, sehingga keduanya bertarung. Masing-masing dari keduanya meninggalkan parit, lalu Aryath menyerang Abrahah, kemudian menebasnya dengan pedang sehingga hidungnya terpotong, mulutnya robek, dan wajahnya terkoyak. Kemudian 'Utudah, pembantu Abrahah ikut menyerang Aryath, lalu membunuhnya. Kemudian Abrahah pulang dalam keadaan terluka. Lalu dia mengobati lukanya hingga akhirnya dia pun sembuh dan kemudian dia mampu melatih bala tentara Habasyah di Yaman. Selanjutnya, Najasyi menulis surat kepadanya yang isinya mencela apa yang celah dilakukannya seraya mengancam dan bersumpah akan menduduki negaranya dan menelungkupkan ubun-ubunnya. Kemudian Abrahah mengirimkan utusan kepada raja Najasyi untuk menyampaikan rasa dukanya sambil berbasa-basi kepadanya. Bersama utusan tersebut, Abrahah mengirimkan hadiah dan sekantong tanah Yaman. Semuanya itu dikirimkan bersamanya dan dia mengatakan dalam suratnya supaya raja menginjak kantong ini sehingga dia terbebas dari sumpahnya dan inilah ubun-ubunku telah aku kirimkan bersamanya kepadamu. Ketika semuanya itu sampai kepadanya, dia sangat terheran dibuatnya dan merasa puas dengannya serta mengakui keberadaannya. Kemudian Abrahah mengirimkan utusan untuk mengatakan kepada Najasyi, "Aku akan bangunkan untukmu sebuah gereja di negeri Yaman yang belum pernah dibuat bangunan sepertinya. Lalu dia memulai pembangunan gereja yang sangat besar di Shan'a, sebuah bangunan yang sangat tinggi serta pelataran yang tinggi pula, yang dihiasi di semua sisinya. Bangsa Arab menyebutnya dengan alkalis, karena bangunannya yang tinggi. Sebab, orang yang melihatnya akan mengangkat kepala sehingga qalansuwah (peci) yang dikenakannya hampir terjatuh dan kepalanya karena tingginya bangunan. Dan Abrahah al-Asyram bertekad untuk memindahkan haji bangsa Arab ke gereja tersebut sebagaimana mereka selama ini berhaji ke Ka'bah di Makkah. Dan dia serukan hal tersebut di wilayah kekuasaannya, sehingga mengundang kebencian warga Arab 'Adnan dan Qahthan. Kaum Quraisy benar-benar murka karenanya, sehingga sebagian dan mereka ada yang mendatangi gereja itu dan memasukinya pada malam hari serta menghancurkan isi di dalamnya, kemudian dia kembali pulang. Ketika para penjaga mengetahui kejadian tersebut, mereka pun melaporkan hal itu kepada raja mereka, Abrahah seraya berkata kepadanya, "Yang demikian itu dilakukan oleh beberapa orang Quraisy yang marah karena rumah mereka (Baitullah) diserupakan dengan ini. Selanjutnya, Abrahah bersumpah akan pergi menuju Baitullah di Makkah dan akan menghancurkannya berkeping-keping.

Muqatil bin Sulaiman menyebutkan bahwasanya ada sekelompok orang dari kaum Quraisy yang memasuki gereja itu dan membakarnya. Pada hari itu panas benar-benar terik sehingga gereja itu terbakar, runtuh dan rata dengan tanah. Kemudian Abrahah menyiapkan diri dan pergi dengan mem- bawa pasukan yang cukup banyak dan kuat agar tidak ada seorang pun yang mampu melawannya, yang disertai dengan seekor gajah yang sangat besar, belum ada seekor gajah pun sebelumnya yang terlihat sepertinya, yang diberi nama Mahmud. Dan Najasyi, raja Habasyah juga mengirimkan pasukan untuk hal yang sama. Ada juga pendapat yang menyebutkan, bersama Abrahah terdapat delapan gajah. Ada juga yang menyatakan, dua belas gajah lainnya. Wallaahu a'lam. Dengan tujuan untuk menghancurkan Ka'bah, dengan me- letakkan rantai pada pilar-pilarnya sedang ujung rantai lainnya diikatkan pada leher gajah, kemudian gajah itu digerakkan agar menjatuhkan tembok itu sekaligus.


Ketika warga Arab mendengar kedatangannya, mereka pun berpendapat yang (pendapat itu) mewajibkan mereka untuk mempertahankan Baitullah serta melawan setiap orang yang hendak menghancurkannya dengan menggunakan itipu daya. Kemudian salah seorang yang paling terhormat dari penduduk Yaman sekaligus sebagai raja mereka yang bernama Dzu Nafar mengajak kaumnya dan orang-orang Arab yang berminat untuk melawan dan memerangi Abrahah dalam rangka mempertahankan Baitullah dan semua tempat yang hendak dihancurkan olehnya. Maka mereka pun menyambut seruan tersebut dan siap memerangi Abrahah, tetapi Abrahah berhasil mengalahkan mereka, sesuai dengan kehendak Allah SWT untuk memelihara kemuliaan dan keagungan Baitullah. Dan Dzu Nafar pun ditawan, lalu Abrahah memintanya untuk menemaninya. Kemudian dia melakukan perjalanan sehingga ketika sampai di daerah Khats'am, dia dihadang oleh Nufail bin Habib al-Khats'aml bersama kaumnya selama dua bulan terus-menerus, lalu mereka melakukan penyerangan terhadap Abrahah, tetapi mereka pun berhasil dikalahkan oleh Abrahah, dia berhasil menawan Nufail bin Habib dan bermaksud hendak membunuhnya, laki dia mengampuninya dan meminta agar dia (Nufail) mau menyertainya untuk menjadi petunjuk bagi Abrahah di negeri Hijaz. Ketika mendekati daerah Tha-if, penduduknya keluar menemuinya serta berbasa-basi kepadanya karena takut akan rumah mereka yang ada di tengah-tengah mereka yang mereka beri nama al-Lata. Lalu mereka mengormatinya dan mengirimkan Abu Raghal bersamanya sebagai penunjuk arah. Setelah Abrahah sampai di kota al Mughammas, yaitu sebuah tempat yang berdekatan dengan kota Makkah, maka dia pun singgah, lalu bala tentara Abrahah merampas hirta kekayaan penduduk Makkah yang terdiri dan unta-unta dan lain sebagi anya. Mereka mengambilnya begitu saja. Di antara yang dirampas itu terdapat 200 ekor unti milik 'Abdul Muththalib. Dan yang melakukan perampasan atas perintah Abrahah adalah panglima perang yang bernama al-Aswad Ibnu Maqshud. Dan dia diserang oleh beberapa warga Arab, seperu yang disebutkan oleh Ibnulshaq. Dan Abrahah mengirim Hanathah al-Himyari ke Makkah dan memerintahkan supaya memanggil pemuka kaum Quraisy serta memberitahukan kepadanya bahwa raja Abrahah tidak datang untuk memerangi kalian kecuali kalian menghalanginya untuk menyerang Baitullah. Kemudian Hanathah al-Himyari datang dan menghampiri 'Abdul Muththalib bin Hisyam dan memberi;akukan tentang keberadaan Abrahah seperti yang dipesankan. Lalu" Abdul Vfuththilib mengatakan kepadanya, "Demi Allah, kimi tidak hendak memeranginya dan kami tidak mempunyai kekuatan untuk itu. Ini adalah Baitullah yang suci dan rumah kekasih-Nya, Ibrahim. Kalau memang dia dilarang mendatanginya, maka yang demikian itu karena ia merupakan rumah sekaligus tempat suci-Nya. Demi Allah, kami tidak mampu untuk melarangnya." Kemudian Hanathah berkata kepadanya, "Kalau begitu, datanglah bersamaku untuk menghadapnya (Abrahah)." Kemudian 'Abdul Muththalib pun pergi bersamanya. Ketika melihatnya, Abrahah menyambutnya. 'Abdul Muththalib adalah seorang yang berbadan tegap lagi tampan. Lalu Abrahah turun dari singgasananya dan duduk di lantai bersamanya. Abrahah bertanya melalui penerjemahnya, "Katakan, apa maksud kedatangannya?" 'Abdul Muththalib berkata kepada penerjemahnya itu. "Aku hanya ingin agar raja mengembalikan 200 ekor unta milikku." Maka Abrahah pun berkaia kepada penerjemahnya, "Katakan kepadanya, 'Kamu benar-benar telah membuatku terheran-heran saat aku melihatmu, tetapi kemudian aku menjadi berang kepadamu saat kamu berbicara menuntut 200 ekor unta milikmu yang hilang, tetapi kamu biarkan rumah yang menjadi agamamu dan agama nenek moyangmu. Sesungguhnya aku datang untuk menghancurkannya, sedang engkau tidak menyinggungnya sama sekali dalam pembicaraanmu denganku." Kemudian 'Abdul Muththalib berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku adalah pemilik unta-unta itu, sedangkan rumah (Ka'bah) itu mempunyai pemilik sendiri (Allah) yang akan selalu mempertahankannya." Abrahah berkata, "Dia tidak akan sanggup menghalangiku." "Kamu tidak akan mampu menandingi-Nya," sahut 'Abdul Muththalib.

 Ada yang menyatakan bahwa Abrahah pergi dengan 'Abdul Muththalib bersama sejumlah pemuka Arab. Kemudian mereka menawarkan sepertiga kekayaan kepada Abrahah sebagai ganti supaya dia membatalkan niatnya menghancurkan Ka'bah. Namun dia menolak tawaran mereka itu dan mengembalikan unta-unta 'Abdul Muththalib. Kemudian 'Abdul Muththalib kembali kepada kaum Quraisy, lalu dia memerintahkan mereka supaya keluar dari Makkah dan berlindung di punuk-puncak gunung, karena khawatir
mereka akan merasakan amukan bala tentara Abrahah. Selanjutnya, 'Abdul Muththalib berdiri, lalu memegang daun pintu Ka'bah. Dan ikut pula berdiri bersamanya beberapa orang Quraisy seraya berdoa kepada Allah serta meminia pertolongan-Nya supaya membinaskan Abrahah dan bala tentaranya. Kemudian dengan memegang pintu Ka'bah, 'Abdul Muththalib mengumandangkan sya'ir:


Tidak ada kebimbangan. Sesungguhnya seseorang telah mempertahankan rumahnya, karenanya peihankanlah rumah-Mu. Kekuatan dan tipu daya mereka tidak akan pernah dapat mengalahkan tipu daya-Mu untuk selamanya.

Ibnu Ishaq mengatakan bahwa selanjurnya 'Abdul Muththalib melepaskan gagang pintu dan selanjurnya mereka pergi menuju puncak gunung. Muqatil bin Sulaiman menyebutkan bahwa mereka meninggalkan 100 ekor anak unta di Baitullah dengan diberi kalung, kemungkinan sebagian bala tentara adi yang mengambil sebagian darinya dengan cara tidak benar, sehingga Allah akan menuntut balas dari mereka.

Pada pagi harinya, Abrahah bersiap-siap antuk memasuki Makkah dan dia pun telah menyiapkan gaiahnya yang bernama Mahmud. Selain itu, dia pun lelah menyiagakan pasukannya. Setelah mereka mengarahkan gajah mereka menuju Makkah, Nufail bin Habib datang hingga akhirnya berdiri di samping gajah itu, lalu memegang kupingnya dan berkata, "Duduklah, hai Mahmud, dan kembalilah ke tempat asalmu, karena sesungguhnya kamu sekarang ini tengah berada di negeri Allah yang suci." Kemudian Nufail melepaskan kupingnya, dan gajah itu pun duduk berderum. Selanjutnya, Nufail bin Habib keluar dan pergi hingga akhirnya mendaki gunung. Sementara, mereka memukul-mukul gajah agar berdiri, tetapi gajah itu enggan berdiri. Kemudian mereka memukul kepala gajah itu dengan kapak dan mereka me- masukkan tongkat mereka yang berujung lengkung ke belalainya lalu mereka menariknya supaya ia mau berdiri, tetapi gajah itu menolak. Lalu mereka mengalahkannya kembali ke Yaman, maka gajah itu berdiri dan berjalan cepat. Mereka juga mengarahkannya ke Syam, maka ia melakukan hal yang sama. Lalu mereka mengarahkannya ke timur, maka ia melakukan hal yang sama, yakni berjalan cepat. Kemudian mereka mengarahkannya ke Makkah, maka gajah itupun duduk menderum.

Selanjutnya, Allah mengirimkan kepada mereka burung dari lautan semacam burung alap-alap, pada masing-masing burung membawa tiga batu:satu batu di paruhnya dan dua batu lainnya di kedua kakinya, batu sebesar biji kedelai dan biji adas, yang tidak seorang pun dari mereka yang terkena batu tersebut melainkan akan binasa. Tidak semua dari mereka terkena batu itu, mereka pergi dan lari terbirit-birit menempuh jalan mencari Nufail agar dia mau menunjukkan jalan kepada mereka. Demikianlah yang mereka alami di daratan, sedang Nufail berada di puncak gunung bersama kaum Quraisy dan warga Arab Hijaz menyaksikan siksaan yang ditimpakan Allah kepada pasukan Gajah tersebut. Nufail berkata:


Di manakah tempa berlindung jika Allah sudah mengejar, Dan Asyrimlah yang terkalahkan dan bukan yang menang.

Ibnu Hisyam mengatakan: "Al-ababil berani kawanan, dan masyarakat Arab tidak menggunakan kata itu dalam bentuk mufrad (tunggal). Sedangkan as-sijjil, Yunus an-Nahwi dan Abu 'Ubaidah memberitahuku bahwa menurut masyarakat Arab, kata itu berarti yang sangat keras." Dia mengatakan: "Beberapa orang ahli tafsir menyebutkan bahwa keduanya berasal dari bahasa Persi yang oleh masyarakat Arab dijadikan sebagai satu kata, di mana kata as-sanaj berarti batu sedangkan al-jill berarti tanah liat." Lebih lanjut, dia mengatakan: "Dan batu itu berasal dari kedua jenis tersebut, yaitu batu dan tanah liat" Dia juga mengatakan: "Kata al-'ashf  berarti daun tanaman yang belum dipotong. Bentuk mufradnya adalah 'ashfah. Sampai di sini apa yang diucapkannya.

Hatnmad bin Salamah meriwayatkan dari 'Amir, dari Zurr, dari 'Abdullah dan Abu Salamah bin 'Abdirrahman, dia mengatakan: "Yaitu beberapa kawanan burung." Ibnu 'Abbas dan adh-Dahhak mengatakan: "Ababil berarti sebagian mengikuti sebagian lainnya." Al-Hasan al-Bashri dan Qatadah mengemukakan: " Ababil berarti yang sangat banyak." Mujahid mengatakan: "Ababil berarti sekumpulan yang saling mengikuti dan berkumpul." Sedangkan Ibnu Zaid mengatakan: "Al-ababil berani yang berbeda- beda, yang datang dari semua penjuru." Al-Kisa-i menyebutkan: "Aku pernah mendengar beberapa orang ahli nahwu mengatakan: "Bentuk tunggal dari kata abaabiil adalah ibiil"

Firman Aliah Ta’ala"Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan." Sa'id bin Jubair mengatkan: "Yakni, jerami yang kaum awam menyebutnya dengan habur." Dan dalam sebuah riwayat dari Sa'id, yaitu daun gandum. Dan dari Ibnu *Abbas, al-'ashf  berarti kulit yang ada di atas biji, semacam penutup pada biji gandum. Ibnu Zaid mengatakan: "Al-'ashf  berarti daun tanaman atau daun kol jika dimakan oleh binatang, lalu dikotori sehingga menjadi kotoran." Artinya, bahwa Allah Tabaaraka wa Ta'ala membinasakan, melenyapkan, dan mengembalikan mereka dengan tipu muslihat dan kemarahan mereka. Dan mereka tidak mendapatkan kebaikan sama sekali. Mereka dibinasakan secara keseluruhan dan tidak ada seorang pun dari mereka yang kembali memberitahu melainkan dalam keadaan terluka, sebagaimana yang dialami oleh raja mereka, Abrahah. Di antara yang menggambarkan hal tersebut adalah syair 'Abdullah bin az-Zab'ari berikut ini:


Mereka mundur (menyingkir) dari tengah kota Makkah, sesungguhnya kota Makkah itu kesuciannya tidak dapat diusik

Pada malam-malam yang dijaga tersebut bintang asy-Syi'ra tidak pernah muncul karena tidak ada seorang manusia pun yang mampu menjamahnya
Tanyakan kepada komandan pasukan tentangnya, apa yang dia lihat, maka orang yang mengetahuinya akan memberitahukannya kepada orang-orang yang tidak mengetahuinya.

Enam puluh ribu prajurit tidak kembali ke negerinya, bahkan prajurit yang kembali dalam keadaan sakit akhirnya meninggal dunia.

Dahulu pernah datang ke sana bangsa/kaum 'Aad dan Jurhum sebelum mereka, namun Allah dari atas hamba-hambanya selalu menegakkannya (menjaganya).

Dan kami telah sampaikan pada penafsiran surat al-Fa-th, bahwasanya Rasulullah SAW, ketika beliau pada saat terjadi peristiwa Hudaibiyah menuruni lembah, tiba-tiba unta beliau menderum. Kemudian mereka menghardiknya, tetapi unta itu tetap duduk menderum. Kemudian mereka berkata, al-Qushwa' duduk mengembik. Maka Rasulullah SAW bersabda;


Al-Qushwa’ tidak mengembik dan itu bukan sifatnya. Tetapi ia telah dihalangi oleh apa yang menghalangi gajah." -Kemudian beliau bersabda- "Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, pada hari ini mereka tidak akan menuntut bagian dariku, yang padanya mereka mengagungkan apa-apa yang ada di sisi Allah melainkan Dia menjadikan mereka menyukainya.

Kemudian beliau menghardik unta tersebut, maka unta itu pun akhirnya mau berdiri. Hadits tersebut termasuk hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari sendirian. Dan dalam kitab ash-Shahihain disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda pada hari Fat-hu Makkah:



"Seunggunnya Allah menahan pasukan Gajah dari memasuki kota Makkah. Dan Dia menguasakan kota Makkah kepada Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan sesungguhnya kehormatan kota Makkah pada hari ini telah kembali seperti kehormatannya kemarin. Ingatlah, hendaklah orang yang hadir memberitahu orang yang tidak hadir."









BIOGRAFI IBNU KATSIR

Ibnu Katsir dikenal luas oleh umat Islam melalui kitab tafsir Al-Qur’an. Buku Tafsir Ibnu Katsir mudah ditemukan di toko-toko buku dengan beragam model dan oleh berbagai penerbit. Tafsir Ibnu Katsir juga tersedia dalam beragam format digital yang bisa didapatkan di situs-situs online. Tafsir Ibnu Katsir juga menjadi rujukan bagi penyusunan tafsir yang ditulis setelahnya. Siapa sebenarnya Ibnu Katsir? Tulisan berikut secara ringkas memaparkan riwayat hidupnya.
Nama lengkapnya adalah Isma’il bim ‘Amr Al-Quraisy bin Katsir Al-Basri ad-Dimasqi ‘Imaduddin Abul Fida’ al-Hafidz al-Muhaddits asy-Syafi’i. Lahir pada tahun 700 H dan wafat pada 774 H. Ibnu Katsir menempuh perjalanan panjang yang sarat dengan keilmuan. Ia adalah pakar fiqih yang sangat ahli, mufasir yang paripurna, ahli hadits yang cerdas, dan sejarawan yang ulung. Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan, “Ia adalah seorang ahli hadits yang faqih. Karangan-karangannya tersebar luas di berbagai negeri semasa hidupnya dan dimanfaatkan orang banak setelah wafatnya.”

Diantara Karya Tulis Ibnu Katsir
  • Al-Bidayah wan Nihayah dalam bidang Sejarah, merupakan rujukan terpenting bagi para sejarawan
  • Al-Kawakibud Darari dalam bidang Sejarah, cuplikan pilihan dari al-Bidayah wan Nihayah
  • Tafsirul Qur’an, al-Ijtihad fi Talabil Jihad
  • Jami’ul Masanid, as-Sunanul Hadi li Aqwami Sunan
  • Al-Wadihun Nafis fi Manaqibil Imam Muhammad ibn Idris
Tafsir Ibnu Katsir
Tentang Tafsir Ibnu Katsir ini Muhammad Rasyid Ridha menjelaskan:
Tafsir ini merupakan tafsir paling masyhur yang memberikan perhatian besar terhadap apa yang diriwayatkan dari para mufasir salaf dan menjelaskan makna-makna ayat dan hukum-hukumnya serta menjauhi pembahasan i’rab dan cabang-cabang balaghah yang pada umumnya dibicarakan dibicarakan panjang lebar oleh para mufasir; juga menjauhi pemicaraan yang melebar pada ilmu-ilmu lain yang tidak diperlukan dalam memahami
Qur’an secara umum atau memahami hukum dan nasehat-nasehatnya secara khusus.
Di antara ciri khas atau keistimewaannya ialah perhatiannya yang cukup besar terhadap apa yang mereka namakan “tafsir Qur’an dengan Qur’an.”  Tafsir ini merupakan tafsir yang paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian maknanya, kemudian diikuti dengan (penafsiran ayat dengan) hadits-hadits marfu’ yang ada relevansinya dengan ayat (yang sedang ditafsirkan) serta menjelaskan apa yang dijadikan hujjah dari ayat tersebut. Kemudian diikuti pula dengan asar para sahabat dan pendapat tabi’in dan ulama salaf sesudahnya.
Termasuk keistimewaannya pula ialah disertakannya selalu peringatan akan cerita-cerita Isra’iliyat tertolak (munkar) yang banyak tersebar dalam tafsir-tafsir bilma’sur, baik peringatan itu secara global maupun mendetail. Namun alangkah akan lebih baik lagi andaikan ia menyelidikinya secara tuntas, atau bahkan tidak memuatnya sama sekali jika tidak untuk keperluan penyaringan atau penelitian.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ZIKIR VERSI TAREKAT

1. Enam tingkatan dalam persiapan zikir, I. Berniat Dalam niat itu diucapkan : "Ilaahi anta maqshuudii wa ridhaka mathlubi". (Ya Allah, Engkaulah yang aku maksud dan keridhaan-Mulah yang aku cari). II. Duduk Tarekat. Yaitu duduk seperti duduk tahiyat terakhir dalam sholat, kepala ditundukkan ke sisi kiri. III. Rabithatu Mursyid (rasa pertalian dgn Nabi Muhammad saw). 1. Mengucapkan: "Assalmu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wabarakatuh". Pada tingkat ini seolah-olah Nabi Muhammad saw hadir di depan kita bersalaman. 2. Kemudian mengucapkan: "Assalamu 'alaina wa 'ala ibadishshalihin". Mengucapkan salam atas diri dan hamba-hamba Allah swt yg sholeh. IV. Bertobat. A. Membaca Istighfar tujuh kali Diniatkan supaya diampunkan oleh Allah swt dosa kita, yaitu: 1. Mata, 2. Telinga, 3. Hidung, 4. Mulut, 5. Tangan, 6. Kaki, dan 7. Syahwat. B. Membaca Istighfar tujuh kali untuk diampunkan dosa bathin, yait

TAKHRIJ HADITS TENTANG MENDATANGI DUKUN

TAKHRIJ HADITS TENTANG MENDATANGI DUKUN Penelitian  takhrij dilakukan dengan menggunakan metode takhrij al-hadits bi al-lafzh dengan menggunakan program CD Al-Maktabah al-Syamilah Versi 3.28 dengan kata kunci يَأْتُونَ الْكُهَّان . Menurut hasil pencarian, potongan hadits tesebut terdapat dalam kitab Sunan Abu Dawud, juz 1, hlm. 349; Musnad Ahmad , juz 39, hlm. 184, 185 dan 186; Sunan al-Kubra li al-Baihaqi, juz 8, hlm. 138; Mu’jam al-Kabir li al-Thabrani , juz 14, hlm. 326 dan 327. Berikut ini dikemukakan secara lengkap teks hadits tersebut serta jalur-jalur sanadnya:       سنن أبي داود (ج 1\ ص 349) باب تَشْمِيتِ الْعَاطِسِ فِى الصَّلاَةِ. رقم : 931 حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى ح وَحَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ - الْمَعْنَى - عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ حَدَّثَنِى يَحْيَى بْنُ أَبِى كَثِيرٍ عَنْ هِلاَلِ بْنِ أَبِى مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِىِّ قَالَ صَ

KISAH SINGA DAN GAJAH

Di sebuah hutan terdapat raja hutan (singa) yang merasa dirinya hebat, dan untuk melegalisasikan kehebatannya, maka si singa bertanya kepada sebagian penghuni hutan. Bertanyalah si singa kepada seekor gorila. Singa: “Hai gorila, siapakah yang paling gagah di hutan ini?” Gorila: “Anda tuanku Baginda.” Banggalah si singa mendengar itu. Kemudian ia bertemu dengan seekor banteng. Singa: “Hai banteng, siapakah yang paling gagah dan hebat di hutan ini?” Banteng: “Sudah tentu Anda Baginda Raja hutan.” Mendengar jawaban-jawaban dari sebagian hewan yang ia temui, merasa sombonglah si singa. Kemudian ia berjalan kembali dengan PDnya, dan di tengah jalan ia bertemu dengan seekor gajah. Singa: “Hai gajah,Kau adalah hewan dengan hidung,telinga,dan badan terbesar di hutan ini,mungkin otakmu juga sebesar tubuhmu,,aku mau tanya, siapakah yang paling gagah dan perkasa di hutan ini?” akan Tetapi gajah tidak menjawab, dan di luar dugaan singa, gajah langsung menghajar dan menginja