AL – FIIL
( Gajah )
Surat Makkiyyah
Surat ke-105 : 5 ayat
"Dengan menyebut Nama Allah Yang Mahapemurah Lagi Mahapenyayang."
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Rabb-mu telah bertindak terhadap
tentara gajah? (QS. 105:1) Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka
(untuk menghancurkan Ka'bab) itu sia-sia, (QS. 105:2) dan Dia mengirimkan
kepada mereka burung yang berbondong-bondong, (QS.105:3) yang melempari mereka dengan
batu (berasal) dari tanah yang terbakar, (QS. 105:4) lalu Dia menjadikan mereka
seperti daun-daun yang dimakan (ulat) f (QS. 105:5)
Ini merupakan
salah satu dari nikmat yang dengannya Allah menguji kaum Quraisy, yaitu berupa
penghindaran mereka dari pasukan Gajah yang telah bertekad bulat untuk
menghancurkan Ka'bah serta menghilangkan bekas keberadaannya. Maka Allah
membinasakan dan menghinakan mereka, menggagalkan usaha mereka, menyesatkan
perbuatan mereka, serta mengembalikan mereka dengan membawa kegagalan yang
memalukan. Mereka adalah kaum Nasrani. Agama mereka pada saat itu lebih dekat
dengan agama kaum Quraisy, yaitu penyembahan berhala.
Tetapi peristiwa
itu termasuk tanda sekaligus pendahuluan bagi pengutusan Rasulullah SAW. Sebab,
menurut pendapai yang paling populer, pada tahun itu beliau dilahirkan. Secara
tersirat, Allah Ta'ala mengatakan, "Kami tidak menolong kalian, wahai
sekalian kaum Quraisy, untuk mengalahkan kaum Habsyi, karena posisi kalian yang
lebih baik daripada mereka, akan tetapi Kami menghancurkan mereka untuk
memelihara Baitul 'Atiq (Ka'bah) yang akan senantiasa Kami muliakan, agungkan,
serta hormati melalui pengutusan seorang Nabi yang ummi (tidak dapat membaca
dan menulis), Muhammad SAW, penutup para Nabi.
Berikut ini
kisah pasukan Gajah yang disajikan secara ringkas dan singkat. Telah
disampaikan sebelumnya, dalam kisah Ash-habul Ukhdud (orang-orang yang membuai
parit) bahwa Dzu Nawwas, yang merupakan raja terakhir kejaraan Himyar, dia
seorang musyrik. Dialah orang yang membunuh Ash-habul Ukhdud. Ash-habul Ukhdud
adalah orang-orang Nasrani yang jumlahnya mendekati 20.000 orang. Tidak ada
yang selamat darinya kecuali Dawus Dzu Tsa'laban. Kemudian Dawud pergi dan
meminta bantuan kepada Kaisar, raja Syam, yang juga penganut Nasrani. Kemudian
dia menulis surat kepada Najasyi, raja Habasyah, karena keberadaannya yang
lebih dekat dengan mereka- Dia mengutus Dawus yang didampingi oleh dua orang
anur; Aryath dan Abrahah bin ash-Shabah Abu Yaksum disertai satu pasukan besar.
Kemudian mereka masuk ke Yaman dan menyelinap ke rumah-rumah, hingga akhirnya
mereka berhasil merebut kerajaan dari Himyar dan Dzu Nawwas pun akhirnya
binasa, tenggelam di laut. Habasyah berhasil menaklukkan Yaman dan mereka
dipimpin oleh dua orang pemimpin; Aryath dan Abrahah. Kemudian kedua pemimpin
itu berselisih pendapat dalam suatu urusan sehingga keduanya beradu mulut dan
berperang. Lalu salah satu dari keduanya berkata kepada yang lainnya,
"Sesungguhnya kita tidak perlu mengerahkan pasukan di antara kita, tetapi
mari kita berhadapan satu lawan satu. Siapa di antara kita yang berhasil
membunuh lawan, maka dialah yang berhak menduduki posisi raja. Kemudian
tantangan itu pun disambut oleh yang lainnya, sehingga keduanya bertarung.
Masing-masing dari keduanya meninggalkan parit, lalu Aryath menyerang Abrahah,
kemudian menebasnya dengan pedang sehingga hidungnya terpotong, mulutnya robek,
dan wajahnya terkoyak. Kemudian 'Utudah, pembantu Abrahah ikut menyerang
Aryath, lalu membunuhnya. Kemudian Abrahah pulang dalam keadaan terluka. Lalu
dia mengobati lukanya hingga akhirnya dia pun sembuh dan kemudian dia mampu
melatih bala tentara Habasyah di Yaman. Selanjutnya, Najasyi menulis surat
kepadanya yang isinya mencela apa yang celah dilakukannya seraya mengancam dan
bersumpah akan menduduki negaranya dan menelungkupkan ubun-ubunnya. Kemudian
Abrahah mengirimkan utusan kepada raja Najasyi untuk menyampaikan rasa dukanya
sambil berbasa-basi kepadanya. Bersama utusan tersebut, Abrahah mengirimkan
hadiah dan sekantong tanah Yaman. Semuanya itu dikirimkan bersamanya dan dia
mengatakan dalam suratnya supaya raja menginjak kantong ini sehingga dia
terbebas dari sumpahnya dan inilah ubun-ubunku telah aku kirimkan bersamanya
kepadamu. Ketika semuanya itu sampai kepadanya, dia sangat terheran dibuatnya
dan merasa puas dengannya serta mengakui keberadaannya. Kemudian Abrahah
mengirimkan utusan untuk mengatakan kepada Najasyi, "Aku akan bangunkan untukmu
sebuah gereja di negeri Yaman yang belum pernah dibuat bangunan sepertinya.
Lalu dia memulai pembangunan gereja yang sangat besar di Shan'a, sebuah
bangunan yang sangat tinggi serta pelataran yang tinggi pula, yang dihiasi di
semua sisinya. Bangsa Arab menyebutnya dengan alkalis, karena bangunannya yang
tinggi. Sebab, orang yang melihatnya akan mengangkat kepala sehingga qalansuwah
(peci) yang dikenakannya hampir terjatuh dan kepalanya karena tingginya
bangunan. Dan Abrahah al-Asyram bertekad untuk memindahkan haji bangsa Arab ke gereja
tersebut sebagaimana mereka selama ini berhaji ke Ka'bah di Makkah. Dan dia
serukan hal tersebut di wilayah kekuasaannya, sehingga mengundang kebencian
warga Arab 'Adnan dan Qahthan. Kaum Quraisy benar-benar murka karenanya,
sehingga sebagian dan mereka ada yang mendatangi gereja itu dan memasukinya
pada malam hari serta menghancurkan isi di dalamnya, kemudian dia kembali
pulang. Ketika para penjaga mengetahui kejadian tersebut, mereka pun melaporkan
hal itu kepada raja mereka, Abrahah seraya berkata kepadanya, "Yang
demikian itu dilakukan oleh beberapa orang Quraisy yang marah karena rumah
mereka (Baitullah) diserupakan dengan ini. Selanjutnya, Abrahah bersumpah akan
pergi menuju Baitullah di Makkah dan akan menghancurkannya berkeping-keping.
Muqatil bin Sulaiman
menyebutkan bahwasanya ada sekelompok orang dari kaum Quraisy yang memasuki
gereja itu dan membakarnya. Pada hari itu panas benar-benar terik sehingga
gereja itu terbakar, runtuh dan rata dengan tanah. Kemudian Abrahah menyiapkan
diri dan pergi dengan mem- bawa pasukan yang cukup banyak dan kuat agar tidak
ada seorang pun yang mampu melawannya, yang disertai dengan seekor gajah yang
sangat besar, belum ada seekor gajah pun sebelumnya yang terlihat sepertinya,
yang diberi nama Mahmud. Dan Najasyi, raja Habasyah juga mengirimkan pasukan
untuk hal yang sama. Ada juga pendapat yang menyebutkan, bersama Abrahah
terdapat delapan gajah. Ada juga yang menyatakan, dua belas gajah lainnya.
Wallaahu a'lam. Dengan tujuan untuk menghancurkan Ka'bah, dengan me- letakkan
rantai pada pilar-pilarnya sedang ujung rantai lainnya diikatkan pada leher
gajah, kemudian gajah itu digerakkan agar menjatuhkan tembok itu sekaligus.
Ketika warga
Arab mendengar kedatangannya, mereka pun berpendapat yang (pendapat itu) mewajibkan
mereka untuk mempertahankan Baitullah serta melawan setiap orang yang hendak
menghancurkannya dengan menggunakan itipu daya. Kemudian salah seorang yang
paling terhormat dari penduduk Yaman sekaligus sebagai raja mereka yang bernama
Dzu Nafar mengajak kaumnya dan orang-orang Arab yang berminat untuk melawan dan
memerangi Abrahah dalam rangka mempertahankan Baitullah dan semua tempat yang
hendak dihancurkan olehnya. Maka mereka pun menyambut seruan tersebut dan siap
memerangi Abrahah, tetapi Abrahah berhasil mengalahkan mereka, sesuai dengan
kehendak Allah SWT untuk memelihara kemuliaan dan keagungan Baitullah. Dan Dzu
Nafar pun ditawan, lalu Abrahah memintanya untuk menemaninya. Kemudian dia
melakukan perjalanan sehingga ketika sampai di daerah Khats'am, dia dihadang
oleh Nufail bin Habib al-Khats'aml bersama kaumnya selama dua bulan
terus-menerus, lalu mereka melakukan penyerangan terhadap Abrahah, tetapi
mereka pun berhasil dikalahkan oleh Abrahah, dia berhasil menawan Nufail bin
Habib dan bermaksud hendak membunuhnya, laki dia mengampuninya dan meminta agar
dia (Nufail) mau menyertainya untuk menjadi petunjuk bagi Abrahah di negeri
Hijaz. Ketika mendekati daerah Tha-if, penduduknya keluar menemuinya serta
berbasa-basi kepadanya karena takut akan rumah mereka yang ada di tengah-tengah
mereka yang mereka beri nama al-Lata. Lalu mereka mengormatinya dan mengirimkan
Abu Raghal bersamanya sebagai penunjuk arah. Setelah Abrahah sampai di kota al
Mughammas, yaitu sebuah tempat yang berdekatan dengan kota Makkah, maka dia pun
singgah, lalu bala tentara Abrahah merampas hirta kekayaan penduduk Makkah yang
terdiri dan unta-unta dan lain sebagi anya. Mereka mengambilnya begitu saja. Di
antara yang dirampas itu terdapat 200 ekor unti milik 'Abdul Muththalib. Dan
yang melakukan perampasan atas perintah Abrahah adalah panglima perang yang
bernama al-Aswad Ibnu Maqshud. Dan dia diserang oleh beberapa warga Arab,
seperu yang disebutkan oleh Ibnulshaq. Dan Abrahah mengirim Hanathah al-Himyari
ke Makkah dan memerintahkan supaya memanggil pemuka kaum Quraisy serta
memberitahukan kepadanya bahwa raja Abrahah tidak datang untuk memerangi kalian
kecuali kalian menghalanginya untuk menyerang Baitullah. Kemudian Hanathah
al-Himyari datang dan menghampiri 'Abdul Muththalib bin Hisyam dan
memberi;akukan tentang keberadaan Abrahah seperti yang dipesankan. Lalu"
Abdul Vfuththilib mengatakan kepadanya, "Demi Allah, kimi tidak hendak
memeranginya dan kami tidak mempunyai kekuatan untuk itu. Ini adalah Baitullah
yang suci dan rumah kekasih-Nya, Ibrahim. Kalau memang dia dilarang
mendatanginya, maka yang demikian itu karena ia merupakan rumah sekaligus
tempat suci-Nya. Demi Allah, kami tidak mampu untuk melarangnya." Kemudian
Hanathah berkata kepadanya, "Kalau begitu, datanglah bersamaku untuk
menghadapnya (Abrahah)." Kemudian 'Abdul Muththalib pun pergi bersamanya.
Ketika melihatnya, Abrahah menyambutnya. 'Abdul Muththalib adalah seorang yang
berbadan tegap lagi tampan. Lalu Abrahah turun dari singgasananya dan duduk di
lantai bersamanya. Abrahah bertanya melalui penerjemahnya, "Katakan, apa
maksud kedatangannya?" 'Abdul Muththalib berkata kepada penerjemahnya itu.
"Aku hanya ingin agar raja mengembalikan 200 ekor unta milikku." Maka
Abrahah pun berkaia kepada penerjemahnya, "Katakan kepadanya, 'Kamu
benar-benar telah membuatku terheran-heran saat aku melihatmu, tetapi kemudian
aku menjadi berang kepadamu saat kamu berbicara menuntut 200 ekor unta milikmu
yang hilang, tetapi kamu biarkan rumah yang menjadi agamamu dan agama nenek moyangmu.
Sesungguhnya aku datang untuk menghancurkannya, sedang engkau tidak
menyinggungnya sama sekali dalam pembicaraanmu denganku." Kemudian 'Abdul
Muththalib berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku adalah pemilik unta-unta itu,
sedangkan rumah (Ka'bah) itu mempunyai pemilik sendiri (Allah) yang akan selalu
mempertahankannya." Abrahah berkata, "Dia tidak akan sanggup
menghalangiku." "Kamu tidak akan mampu menandingi-Nya," sahut
'Abdul Muththalib.
Ada yang menyatakan bahwa Abrahah pergi dengan
'Abdul Muththalib bersama sejumlah pemuka Arab. Kemudian mereka menawarkan
sepertiga kekayaan kepada Abrahah sebagai ganti supaya dia membatalkan niatnya
menghancurkan Ka'bah. Namun dia menolak tawaran mereka itu dan mengembalikan
unta-unta 'Abdul Muththalib. Kemudian 'Abdul Muththalib kembali kepada kaum
Quraisy, lalu dia memerintahkan mereka supaya keluar dari Makkah dan berlindung
di punuk-puncak gunung, karena khawatir
mereka akan merasakan amukan bala tentara Abrahah. Selanjutnya, 'Abdul Muththalib berdiri, lalu memegang daun pintu Ka'bah. Dan ikut pula berdiri bersamanya beberapa orang Quraisy seraya berdoa kepada Allah serta meminia pertolongan-Nya supaya membinaskan Abrahah dan bala tentaranya. Kemudian dengan memegang pintu Ka'bah, 'Abdul Muththalib mengumandangkan sya'ir:
mereka akan merasakan amukan bala tentara Abrahah. Selanjutnya, 'Abdul Muththalib berdiri, lalu memegang daun pintu Ka'bah. Dan ikut pula berdiri bersamanya beberapa orang Quraisy seraya berdoa kepada Allah serta meminia pertolongan-Nya supaya membinaskan Abrahah dan bala tentaranya. Kemudian dengan memegang pintu Ka'bah, 'Abdul Muththalib mengumandangkan sya'ir:
Tidak ada kebimbangan. Sesungguhnya seseorang telah
mempertahankan rumahnya, karenanya peihankanlah rumah-Mu. Kekuatan dan tipu
daya mereka tidak akan pernah dapat mengalahkan tipu daya-Mu untuk selamanya.
Ibnu Ishaq
mengatakan bahwa selanjurnya 'Abdul Muththalib melepaskan gagang pintu dan
selanjurnya mereka pergi menuju puncak gunung. Muqatil bin Sulaiman menyebutkan
bahwa mereka meninggalkan 100 ekor anak unta di Baitullah dengan diberi kalung,
kemungkinan sebagian bala tentara adi yang mengambil sebagian darinya dengan
cara tidak benar, sehingga Allah akan menuntut balas dari mereka.
Pada pagi
harinya, Abrahah bersiap-siap antuk memasuki Makkah dan dia pun telah
menyiapkan gaiahnya yang bernama Mahmud. Selain itu, dia pun lelah menyiagakan
pasukannya. Setelah mereka mengarahkan gajah mereka menuju Makkah, Nufail bin
Habib datang hingga akhirnya berdiri di samping gajah itu, lalu memegang
kupingnya dan berkata, "Duduklah, hai Mahmud, dan kembalilah ke tempat asalmu,
karena sesungguhnya kamu sekarang ini tengah berada di negeri Allah yang
suci." Kemudian Nufail melepaskan kupingnya, dan gajah itu pun duduk
berderum. Selanjutnya, Nufail bin Habib keluar dan pergi hingga akhirnya
mendaki gunung. Sementara, mereka memukul-mukul gajah agar berdiri, tetapi
gajah itu enggan berdiri. Kemudian mereka memukul kepala gajah itu dengan kapak
dan mereka me- masukkan tongkat mereka yang berujung lengkung ke belalainya
lalu mereka menariknya supaya ia mau berdiri, tetapi gajah itu menolak. Lalu
mereka mengalahkannya kembali ke Yaman, maka gajah itu berdiri dan berjalan
cepat. Mereka juga mengarahkannya ke Syam, maka ia melakukan hal yang sama.
Lalu mereka mengarahkannya ke timur, maka ia melakukan hal yang sama, yakni
berjalan cepat. Kemudian mereka mengarahkannya ke Makkah, maka gajah itupun
duduk menderum.
Selanjutnya,
Allah mengirimkan kepada mereka burung dari lautan semacam burung alap-alap,
pada masing-masing burung membawa tiga batu:satu batu di paruhnya dan dua batu
lainnya di kedua kakinya, batu sebesar biji kedelai dan biji adas, yang tidak
seorang pun dari mereka yang terkena batu tersebut melainkan akan binasa. Tidak
semua dari mereka terkena batu itu, mereka pergi dan lari terbirit-birit
menempuh jalan mencari Nufail agar dia mau menunjukkan jalan kepada mereka.
Demikianlah yang mereka alami di daratan, sedang Nufail berada di puncak gunung
bersama kaum Quraisy dan warga Arab Hijaz menyaksikan siksaan yang ditimpakan
Allah kepada pasukan Gajah tersebut. Nufail berkata:
Di manakah tempa berlindung jika Allah sudah mengejar,
Dan Asyrimlah yang terkalahkan dan bukan yang menang.
Ibnu Hisyam
mengatakan: "Al-ababil berani
kawanan, dan masyarakat Arab tidak menggunakan kata itu dalam bentuk mufrad
(tunggal). Sedangkan as-sijjil, Yunus
an-Nahwi dan Abu 'Ubaidah memberitahuku bahwa menurut masyarakat Arab, kata itu
berarti yang sangat keras." Dia mengatakan: "Beberapa orang ahli
tafsir menyebutkan bahwa keduanya berasal dari bahasa Persi yang oleh
masyarakat Arab dijadikan sebagai satu kata, di mana kata as-sanaj berarti batu sedangkan al-jill
berarti tanah liat." Lebih lanjut, dia mengatakan: "Dan batu itu
berasal dari kedua jenis tersebut, yaitu batu dan tanah liat" Dia juga
mengatakan: "Kata al-'ashf berarti daun tanaman yang belum dipotong.
Bentuk mufradnya adalah 'ashfah.
Sampai di sini apa yang diucapkannya.
Hatnmad bin
Salamah meriwayatkan dari 'Amir, dari Zurr, dari 'Abdullah dan Abu Salamah bin
'Abdirrahman, dia mengatakan: "Yaitu beberapa kawanan burung." Ibnu
'Abbas dan adh-Dahhak mengatakan: "Ababil berarti sebagian mengikuti
sebagian lainnya." Al-Hasan al-Bashri dan Qatadah mengemukakan: "
Ababil berarti yang sangat banyak." Mujahid mengatakan: "Ababil
berarti sekumpulan yang saling mengikuti dan berkumpul." Sedangkan Ibnu
Zaid mengatakan: "Al-ababil berani yang berbeda- beda, yang datang dari
semua penjuru." Al-Kisa-i menyebutkan: "Aku pernah mendengar beberapa
orang ahli nahwu mengatakan: "Bentuk tunggal dari kata abaabiil adalah ibiil"
Firman Aliah
Ta’ala"Lalu Dia menjadikan mereka seperti
daun-daun yang dimakan." Sa'id bin Jubair mengatkan: "Yakni, jerami
yang kaum awam menyebutnya dengan habur." Dan dalam sebuah riwayat dari
Sa'id, yaitu daun gandum. Dan dari Ibnu *Abbas, al-'ashf berarti kulit yang
ada di atas biji, semacam penutup pada biji gandum. Ibnu Zaid mengatakan:
"Al-'ashf berarti daun tanaman atau daun kol jika
dimakan oleh binatang, lalu dikotori sehingga menjadi kotoran." Artinya,
bahwa Allah Tabaaraka wa Ta'ala
membinasakan, melenyapkan, dan mengembalikan mereka dengan tipu muslihat dan
kemarahan mereka. Dan mereka tidak mendapatkan kebaikan sama sekali. Mereka
dibinasakan secara keseluruhan dan tidak ada seorang pun dari mereka yang
kembali memberitahu melainkan dalam keadaan terluka, sebagaimana yang dialami
oleh raja mereka, Abrahah. Di antara yang menggambarkan hal tersebut adalah
syair 'Abdullah bin az-Zab'ari berikut ini:
Mereka mundur (menyingkir) dari tengah kota Makkah,
sesungguhnya kota Makkah itu kesuciannya tidak dapat diusik
Pada malam-malam yang dijaga tersebut bintang
asy-Syi'ra tidak pernah muncul karena tidak ada seorang manusia pun yang mampu
menjamahnya
Tanyakan kepada komandan pasukan tentangnya, apa yang
dia lihat, maka orang yang mengetahuinya akan memberitahukannya kepada
orang-orang yang tidak mengetahuinya.
Enam puluh ribu prajurit tidak kembali ke negerinya,
bahkan prajurit yang kembali dalam keadaan sakit akhirnya meninggal dunia.
Dahulu pernah datang ke sana bangsa/kaum 'Aad dan
Jurhum sebelum mereka, namun Allah dari atas hamba-hambanya selalu
menegakkannya (menjaganya).
Dan kami telah
sampaikan pada penafsiran surat al-Fa-th, bahwasanya Rasulullah SAW, ketika
beliau pada saat terjadi peristiwa Hudaibiyah menuruni lembah, tiba-tiba unta
beliau menderum. Kemudian mereka menghardiknya, tetapi unta itu tetap duduk
menderum. Kemudian mereka berkata, al-Qushwa' duduk mengembik. Maka Rasulullah
SAW bersabda;
Al-Qushwa’ tidak mengembik dan
itu bukan sifatnya. Tetapi ia telah dihalangi oleh apa yang menghalangi
gajah." -Kemudian beliau bersabda- "Demi Rabb yang jiwaku berada di
tangan-Nya, pada hari ini mereka tidak akan menuntut bagian dariku, yang
padanya mereka mengagungkan apa-apa yang ada di sisi Allah melainkan Dia
menjadikan mereka menyukainya.
Kemudian beliau
menghardik unta tersebut, maka unta itu pun akhirnya mau berdiri. Hadits
tersebut termasuk hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari sendirian. Dan dalam
kitab ash-Shahihain disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda pada hari Fat-hu
Makkah:
"Seunggunnya Allah menahan pasukan Gajah dari
memasuki kota Makkah. Dan Dia menguasakan kota Makkah kepada Rasul-Nya dan
orang-orang yang beriman. Dan sesungguhnya kehormatan kota Makkah pada hari ini
telah kembali seperti kehormatannya kemarin. Ingatlah, hendaklah orang yang
hadir memberitahu orang yang tidak hadir."
BIOGRAFI IBNU KATSIR
Ibnu Katsir dikenal luas oleh umat Islam melalui kitab tafsir Al-Qur’an.
Buku Tafsir Ibnu Katsir mudah ditemukan di toko-toko buku dengan beragam model
dan oleh berbagai penerbit. Tafsir Ibnu Katsir juga tersedia dalam beragam
format digital yang bisa didapatkan di situs-situs online. Tafsir Ibnu Katsir
juga menjadi rujukan bagi penyusunan tafsir yang ditulis setelahnya. Siapa
sebenarnya Ibnu Katsir? Tulisan berikut secara ringkas memaparkan riwayat
hidupnya.
Nama lengkapnya adalah Isma’il bim ‘Amr Al-Quraisy bin Katsir Al-Basri
ad-Dimasqi ‘Imaduddin Abul Fida’ al-Hafidz al-Muhaddits asy-Syafi’i. Lahir pada
tahun 700 H dan wafat pada 774 H. Ibnu Katsir menempuh perjalanan panjang yang
sarat dengan keilmuan. Ia adalah pakar fiqih yang sangat ahli, mufasir yang
paripurna, ahli hadits yang cerdas, dan sejarawan yang ulung. Al-Hafidz Ibnu
Hajar menjelaskan, “Ia adalah seorang ahli hadits yang faqih.
Karangan-karangannya tersebar luas di berbagai negeri semasa hidupnya dan
dimanfaatkan orang banak setelah wafatnya.”
Diantara Karya Tulis
Ibnu Katsir
- Al-Bidayah wan Nihayah dalam
bidang Sejarah, merupakan rujukan terpenting bagi para sejarawan
- Al-Kawakibud Darari dalam
bidang Sejarah, cuplikan pilihan dari al-Bidayah wan Nihayah
- Tafsirul Qur’an, al-Ijtihad fi
Talabil Jihad
- Jami’ul Masanid, as-Sunanul
Hadi li Aqwami Sunan
- Al-Wadihun Nafis fi Manaqibil
Imam Muhammad ibn Idris
Tafsir Ibnu Katsir
Tentang Tafsir Ibnu Katsir ini Muhammad Rasyid Ridha menjelaskan:
Tafsir ini merupakan
tafsir paling masyhur yang memberikan perhatian besar terhadap apa yang
diriwayatkan dari para mufasir salaf dan menjelaskan makna-makna ayat dan hukum-hukumnya
serta menjauhi pembahasan i’rab dan cabang-cabang balaghah yang pada umumnya
dibicarakan dibicarakan panjang lebar oleh para mufasir; juga menjauhi
pemicaraan yang melebar pada ilmu-ilmu lain yang tidak diperlukan dalam
memahami
Qur’an secara umum atau
memahami hukum dan nasehat-nasehatnya secara khusus.
Di antara ciri khas atau keistimewaannya ialah perhatiannya yang cukup
besar terhadap apa yang mereka namakan “tafsir Qur’an dengan Qur’an.” Tafsir ini merupakan tafsir yang paling
banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian maknanya, kemudian
diikuti dengan (penafsiran ayat dengan) hadits-hadits marfu’ yang ada
relevansinya dengan ayat (yang sedang ditafsirkan) serta menjelaskan apa yang
dijadikan hujjah dari ayat tersebut. Kemudian diikuti pula dengan asar para
sahabat dan pendapat tabi’in dan ulama salaf sesudahnya.
Termasuk keistimewaannya pula ialah disertakannya selalu peringatan akan
cerita-cerita Isra’iliyat tertolak (munkar) yang banyak tersebar dalam
tafsir-tafsir bilma’sur, baik peringatan itu secara global maupun mendetail.
Namun alangkah akan lebih baik lagi andaikan ia menyelidikinya secara tuntas,
atau bahkan tidak memuatnya sama sekali jika tidak untuk keperluan penyaringan
atau penelitian.
Komentar
Posting Komentar