Langsung ke konten utama

Makalah Filsafat Ilmu



 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia dikenal sebagai makhluk berpikir dan hal inilah yang menjadikan manusia istimewa dibandingkan makhluk lainnya. Kemampuan berpikir atau daya nalar manusialah yang menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus menerus manusia diberikan berbagai pilihan. Dalam melakukan pilihan ini manusia berpegang pada pengetahuan.
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama, yaitu:
pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan    jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.
Kedua, kemampuan berpikir menurut suatu kerangka berpikir tertentu. Kedua faktor diatas sangat berkaitan erat. Terkadang sebagian manusia begitu sulit untuk mengkomunikasikan informasi, pengetahuan dan segala yang ingin dikomunikasikannya. Hal ini salah satunya dikarenakan tidak terstrukturnya kerangka pikir. Kerangka pikir akan terstruktur ketika obyek dari apa yang ingin dikomunikasikan jelas, begitupun ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut:
  Adanya aktifitas berfikir, meneliti dan menganalisa.
  Adanya metode tertentu dan sistematika tertentu.
  Adanya obyek tertentu.
Berpikir, meneliti dan menganalisa adalah proses awal dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan berpikir, seseorang sebenarnya tengah menempuh satu langkah untuk medapatkan pengetahuan yang baru. Aktivitas berpikir akan membuahkan pengetahuan jika disertai dengan meneliti dan menganalisa secara kritis terhadap suatu obyek.
Obyek tertentu merupakan syarat mutlak dari suatu ilmu. Karena obyek inilah yang menentukan langkah-langkah lebih lanjut dalam pengupasan lapangan ilmu pengetahuan itu. Tanpa adanya obyek tertentu maka dapat dipastikan tidak akan adanya pembahasan yang mapan.
Metode merupakan hal yang sama pentingnya dalam lapangan ilmu pengetahuan. Tanpa adanya metode yang teratur dan tertentu, penyelidikan atau pembahasan kurang dapat
dipertanggungjawabkan dari segi keilmuan. Dari segi metode inilah akan terlihat ilmiah tidaknya suatu penyelidikan atau pembahasan itu.  

B.     Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah
Permasalahan-permasalahan mengenai ilmu pengetahuan sangatlah luas. Seperti: aktivitas berpikir seperti apakah yang dapat menimbulkan ilmu pengetahuan? Apakah yang menjadi obyek dalam ilmu pengetahuan? Dan sebagainya.
 Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai apa yang menjadi obyek ilmu pengetahuan dan perbedaan antara ilmu dan pengetahuan. Penulis akan lebih memfokuskan pembahasan tentang apa yang dimaksud dengan obyek material dan obyek formal ilmu pengetahuan.
C.    Tujuan Masalah
Dengan melihat rumusan masalah diatas, maka tujuan dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Mengetahui obyek ilmu pengetahuan ;
2.      Mengetahui pengertian ilmu ;
3.      Mengetahui pengertian pengetahuan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Obyek Ilmu Pengetahuan
Karena kompleksnya ilmu pengetahuan dalam tradisi manusia, maka cakupan filsafat ilmu dengan sendirinya sangat luas : mencakup kutub satu persoalan konsep yang demikian erat kaitannya dengan ilmu itu sendiri, sehingga pemecahannya dapat dipandang sebagai suatu sumbangan kepada ilmu pengetahuan. Dalam hal penamaan, obyek kajian filsafat sangat mempengaruhi penamaan cabang filsafat, tergantung obyek kajiannya. Jika filsafat memikirkan masalah hukum, maka jadilah filsafat ilmu. Bila kajian filsafat berfokus pada pendidikan maka jadilah filsafat pendidikan. Secara umum, para filosofi membagi obyek kajian filsafat kedalam dua bagian besar, yaitu obyek materil dan obyek formal.

1.      Obyek Materil.
Obyek materil atau pokok bahasan filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum. Obyek materil merupakan objek yang ada dan yang mungkin ada. Obyek materil filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup “ada yang       tampak” dan “ada yang tidak tampak”. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah metafisika. Sebagai filosof membagi obyek material filsafat atas tiga bagian, yaitu “ada dalam kenyataan”, “ada dalam pikiran”, dan “ada dalam kemungkinan”.
2.      Obyek Formal.
Obyek formal merupakan sudut pandang yang universal (menyeluruh), radikal (mendasar), dan rasional tentang segala yang ada. Dan tidak membatasi diri pada sebuah pengalaman, tetapi tetap mencari keterangan yang sedalam-dalamnya dari sebuah kebenaran.
Mari kita melihat ilustrasi berikut, misalnya ilmu alam obyek formalnya perubahan dan benda. Ilmu kimia obyek formalnya susunan benda. Ilmu gaya obyek formalnya kekuatan dan gerak benda. Sehingga ketiga ilmu tersebut diatas mempunyai obyek formal yang berbeda, akan tetapi mempunyai obyek materi yang sama yaitu benda. Contoh lain ditinjau dari segi obyek materi-filsafat, agama adalah obyek dalam dimensi metafisika dan fisik, sedangkan ditinjau dari segi formalnya adalah sudut pandang yang menyeluruh, obyektif, bebas dan radikal tentang ajaran pokok-pokok agama. Yang dimaksud dengan pendekatan menyeluruh adalah usaha menjelaskan pokok-pokok ajaran agama secara umum, tidak mengenai ajaran agama tertentu, juga berarti suatu proses untuk mendapatkan gambaran secara utuh tentang masalah yang dibahas (mencakup semua pemikiran dan ajarannya).
Sehubungan dengan obyek kajian, filsafat memiliki obyek penelitian yang lebih luas daripada sains. Sains hanya meneliti obyek yang ada atau yang bersifat empiris, dan hanya pada batas yang dapat diriset sedangkan filsafat meneliti obyek yang ada dan yang mungkin ada atau obyek yang ada tetapi abstrak dan dapat dipikirkan secara logis.
Pada dasarnya, ilmu pengetahuan, filsafat dan agama memiliki sasaran yang sama yakni mencari kebenaran. Namun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan adalah kebenaran akal, sedangkan agama adalah kebenaran wahyu.
Ada dua bentuk pengetahuan, yaitu pengetahuan yang bukan berdasarkan hasil usaha aktif dari manusia       dan pengetahuan yang berdasarkan hasil usaha aktif manusia. Pengetahuan pertama diperoleh manusia melalui wahyu, sedang pengetahuan kedua diperoleh melalui indera dan akal. Pengetahuan dalam bentuk kedua ini disebut pengetahuan indera, berarti pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman sehari-hari, seperti api panas, air membasahi, dan lain-lain. Sementara itu pengetahuan ilmu, adalah pengetahuan yang diperoleh melalui penyelidikan atau penelitian dengan menggunakan pendekatan ilmiah, seperti meneliti mengapa api panas, dan apa unsur-unsur yang terdapat dalam api. Sedang pengetahuan filsafat, merupakan hasil berpikir dalam mencari hakikat sesuatu secara sistematis, menyeluruh dan mendasar, seperti pengetahuan tentang api, apa hakikat api, dan dari mana asal api. Jadi pengetahuan filsafat adalah mencari hakikat sesuatu sampai kedasar segala dasar atau sedalam-dalamnya.  

Manusia dan Ilmu Pengetahuan
Salah satu tujuan ilmu adalah memberikan gambaran yang seksak tentang dunia nyata. Yang di cari adalah metode untuk mengamati benda yang terkecil di dunia; suatu garis detail atau titik yang terkeci.bronowsk memperlihatkan gambar muka stephan borgrajewics, seorang polandia yang di raba mukanya untuk di temukenali siapa itu dia oleh seorang perempuan buta . namun ternyata bahwa metode yang paling sensitif pun, yaitu rabaan seorang buta yang lebih mampu mengenali yang di amatinya dengan cara itu tidak pun sempurna. Asumsi ini di perkuat oleh berbagai penelitian dalam bidang fisika.
Rasa ingin tahu para ilmuwan ini terus menggulir dan berdampak dalam berbagai penelitian mereka. Menurut Aristoteles, maka “Setiap manusia ingin mengetahui”, demikian kalimat pembukaan karyanya yang berjudul Metaphysica. Ungkapan tersebut terwujud dalam diri manusia secara perorangan, sejak kecil hingga usia lanjut, bahkan juga dalam sejarah perkembangan bangsa, semenjak zaman purbakala sampai dengan hari ini. Pengetahuan diperoleh melalui alat pikir kita, akal kita.
Dalam hati dan akal manusia terdapat keinginan untuk mengetahui. Apabila pengetahuan ini dikumpulkan secara teratur dan sistematik, dan kita lakukan tersebut dengan kesadaran akan pengetahuan tersebut sehingga apa yang sebelumnya tersirat dalam pikiran menjadi tersurat, maka itu yang di sebut refrensi. Meskipun pengetahuan berkat refleksi kelangsungan, namun dengan mengatur pengetahuan tersebut secara sistematis, terbentuknya ilmu pengetahuan. Ciri pengetahuan yang bersifat sistematis dan holistis (sistemik) agar hasilnya dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya, adalah ciri-ciri ilmu pengetahuan.
Terjadinya pergeseran dalam pengetahuan ilmiah dalam sejarah menunjuk pada keterkaitan sarana-sarana yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan. Walaupun faktor diluar pengetahuan itu berpengaruh, namun tidak menghentikan pengembangan ilmu pengetahuan itu secara mandiri, karena ilmu pengetahuan memiliki kedudukan mandiri dalam ikhtiar mengembangkan norma ilmiah bagi dirinya sendiri. Meskipun demikian ilmu selalu merupakan bagian integral dari kebudayaan dan masyarakat.
Dengan demikian ilmu dan pengetahuan ilmiah merupakan pengetahuan yang memiliki dasar kebenaran, bersifat sistematik dan bersifat intersubjektif.
Dasar Pembenaran.
Dasar pembenaran mengharuskan seluruh cara kerja ilmiah diarahkan untuk memperoleh derajat kepastian yang setinggi mungkin pada pengetahuan yang dihasilkannya. Ini berarti pertama-tama pemahaman yang akan diuji dalam suatu cara kerja ilmiah harus dapat dibenarkan secara a prior. Pemahaman itu dapat berasal dari pengetahuan hasil tangkapan empiric (menggunakan kelima indera,dengan atau tanpa alat bantu indera), dapat juga hasil pengolahan rasional (menggunakan berbagai bentuk berpikir), atau dari keduanya. Kedua, cara pengujian itu sendiri harus memiliki dasar pembenaran yang sudah teruji, sehingga dapat disebut metode ilmiah. Dan ketiga setelah teruji melalui metode ilmiah, pemahaman itu, yang sekarang termasuk pengetahuan ilmiah atau ilmu, seyogianya dapat dibenarkan secara a posterior.
Dalam banyak situasi, pemahaman yang dapat dibenarkan secara a priori yaitu, pemahaman yang akan diuji melalui suatu metode ilmiah, adalah suatu hasil kajian deduktif atau indtuktif dari berbagai pengetahuan yang telah dimiliki kadar kebenaran tertentu, dan karena itu pemahaman itu sendiri sering sudah merupakan pengetahuan atau pemahaman a posteriori pada kesempatan lain. Cara-cara bertingkat itu akan berlangsung terus menerus dan dengan demikian paling sedikit akan menyebabkan :
a)      Makin tingginya tingkat kepastian suatu kebenaran ilimiah
b)      Makin berkembang dan bervariasinya ilmu karena potensi besar kearah itu yang boleh dikatakan (virtually) dimiliki oleh tiap ilmu.
Berbagai hal tersebut dimuka mempeberlihatkan bahwa, walaupun masih pada tatarannya (level) ilmu, belum pada tataran filsafat, praktik pencarian kebenaran ilmiah sudah memperlihatkan ciri-ciri utama penelusuran filosofit, seperti:
menyeluruh (bolistik), mengakar (radikal) dan meragukan (skeptic)
1.      Sistematik
Pengetahuan ilmiah bersifat sistematik, maksudnya, terdapat sistem di dalam susunan suatu pengetahuan ilmiah (produk) dan di dalam cara memperoleh pengetahuan ilmiah itu (proses, metode).suatu pengkajian atau penelitian ilmiah tidak akan membatasi diri hanya pada satu bahan informasi saja, melainkan senantiasa meletakkan hubungan antara sejumlah bahan informasi, sambil berusaha agar hubungan-hubugan tersebut dapat merupakan suatu kebulatan. Dengan jalan nelakukan pembandingan, pemeringkatan, dan generalisasi, di usahakan untuk sedapat mungkin meletakkan hubungan yang bersifat sistematik secara horizontal antara berbagai bidang pengkajian atau penelitian dan isi pengetahuan. Hubungan yang bersifat sistematik verikal di usahakan juga dengan saling mempertemukan, dengan sekoheren mungkin, berbagai langkah pengkajian atau penelitian ilmiah, tahapan-tahapan yang berurutan dari penalaran yang analitik dan interpretative, serta berbagai pertaggung jawaban dan penjelasan ilmiah. Susunan dan pengolahan bahan-bahan informasi secara sistematik membantu di perolehnya kepastian dengan kadar yang tinggi. Kepastian ini juga memperoleh dasar-dasar yang kuat dengan di tanyakannya kembali secara kritis (slalu), melalui kegiatan-kegiatan yang sistematik, dasar-dasar sistem yang terkait.

2.      Intersubjektif
Mengingat perkembangan ilmu yang begitu pesat sejak awal abad ke-20 menjadi berbagai disiplin ilmu dan cabang-cabang disiplin ilmu, yang didampingi oleh perkembangn dan penyempurnaan berbagai metode penelitian, pada dewasa ini tampaknya istilah” intersubjektif” lebih sahih (valid) di banding istilah “objektif” untuk menunjukkan keabsahan atau “kebenaran” suatu pengetahuan atau hasil pengkajian atau penelitian. Dalam pembahasan berikut ini hal itu di coba untuk lebih dijelaskan.
Suatu pengetahuan disebut “objektif” bila pengetahuan itu di bimbing, baik pada tingkat proses pembentukannya maupun pada tingkat sudah selesai sebagai suatu produk pengetatuan, oleh objek kajian atau penelitian, dan bukan oleh berbagai tipe prasangka dari subjek-subjek (pelaku) tertentu, walaupun mereka yang melakukan pengkajian atau penelitian.
Istilah “intersubjektif” secara tersurat menunjukkan, bahwa pengetahuan yang telah diperoleh seorang subjek harus mengalami verifikasi oleh subjek-subjek lain supaya pengetahuan itu lebih terjamin keabsahan atau “kebenaran” nya, walaupun secara tersirat tampaknya makna “verifikasi” ini juga sudah terkandung dalam istilah “objektif”. Makna verifikasi terutama mengisyaratkan, bahwa, bila penelitian yan menghasilkan pengetahuan itu diulang oleh subjek-subjek lain dengan mengunakan metode yang sama, maka penelitian itu harus memberikan hasil yang sama dengan pengetahuan yang sedang diverifikasi itu. Bila tidak ada subjek penelitian lain yang berhasil, atau jumlah yang berhasil sedikit sekali, maka sifat intersubjektif tidak dimiliki oleh pengetahuan itu. Sebaliknya, bila banyak subjek penelitian yang berhasil maka sifat intersubjektif sudah dimiliki oleh pengetahuan itu. Dalam penelitian-penelitian ulangan itu mengacu kepada objek dan hasil penelitan dalam upaya memperoleh pengetahuan yang sama.

Perbedaan Antara Ilmu dan Pengetahuan
Perbedaan yang hakiki antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan terlihat sangat jelas. Pengetahuan itu lebih bersifat umum dan didasarkan atas pengalaman sehari-hari, sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bersifat khusus dengan ciri-ciri :
Ø  Sistematis;
Ø  Metode ilmiah tertentu;
Ø  Serta dapat diuji kebenarannya.
Semua manusia terlibat dengan pengetahuan sejauh ia hidup secara normal dengan perangkat inderawi yang dimilikinya, namun tidak semua orang terlibat dalam aktivitas ilmiah, karena ada prasyarat-prasyarat yang harus dimiliki. Prasyarat-prasyarat itu meliputi antara lain :
1.)    Prosedur ilmiah yang harus dipenuhi agar hasil kerja ilmiah itu diakui oleh para ilmuwan lainnya.
2.)    Metode ilmiah yang dipergunakan, sehingga kesimpulan atau hasil temuan ilmiah itu bias diterima.
3.)    Diakui secara akademis karena gelar atau pendidikan formal yang ditempuhnya.
4.)    Ilmuwan harus memiliki kejujuran ilmiah sehingga tidak mengklaim hasil temuan ilmuwan lain sebagai miliknya.
5.)    Ilmuwan yang baik juga harus mempunyai rasa ingin tahu (curiosil) yang besar, sehingga senantiasa tertarik pada perkembangan ilmu yang terbaru dalam rangka mendukung profesionalitas keilmuwannya.

a.      Ilmu
Ilmu empirik yang terorganisir merupakan hasil yang paling mengesankan dari kegiatan penalaran (rationality) manusia dan merupakan calon pengetahuan yang paling dipercaya. Filsafat ilmu mencoba memperlihatkan dimana penalaran itu terdapat, apa yang menyolok pada penjelasan-penjelasan penalaran dan pada bangunan teorinya, apa yang membedakan hasil penalaran dari tekanan-tekanan dan ilmu pengetahuan palsu, dan yang membuat ramalan serta teknologinya menjadi berharga untuk dipercaya. Diatas semua itu, apakah teorinya dapat diandalkan untuk mengungkapkan kebenaran (truth) mengenai kenyataan objektif yang tersembunyi.
Itu tidaklah semata-mata melakukan generalisasi dari sekumpulan data, karena seleksi data yang dilakukan ilmuwan ditentukan oleh suatu kepentingan teoritis, dan yang dihasilkan ilmuwan bukanlah hanya ekstrapolasi induktif, tetapi juga penjelasan, model dan teori (baru). Induksi hanyalah satu bagian dari proses, walaupun merupakan bagian yang pembenarannya (justification) diperlukan untuk menentukan tingkat kepercayaan yang diberikan kepada satu ramalan ilmiah.
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, demikian pula seni dan agama. Filsafat sebagaimana pengertiannya semula bisa dikelompokkan kedalam bagian pengetahuan tersebut, sebab pada permulaannya (zaman Yunani Kuno) filsafat identik dengan pengetahuan (baik teoritik maupun praktik). Akan tetapi lama kelamaan ilmu-ilmu khusus menemukan kekhasannya sendiri untuk memisahkan diri dari filsafat. Gerak spesialisasi ilmu-ilmu itu semakin cepat pada zaman modern, lalu di ikuti oleh ilmu-ilmu social seperti ekonomi, sosiologi, sejarah, psikologi. Pengetahuan keilmuan merupakan sari penjelasan mengenai alam yang bersifat subjektif dan berusaha memberikan makna sepenuhnya mengenai objek yang diungkapkannya.

b.      Pengetahuan.
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk didalamnya adalah ilmu. Dengan demikian ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama. Secara garis besar, Jujun S.Suriasumanteri menggolongkan pengetahuan menjadi tiga kategori umum, yakni :
1)      Pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk (etika/agama);
2)      Pengetahuan tentang indah dan yang jelek (estetika/seni);
3)      Pengetahuan tentang yang benar dan yang salah (logika/ilmu).
Pengetahuan mencoba mendeskripsikan sebuah gejala dengan penuh makna, sementara ilmu mencoba mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai dunia empiris dengan mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variable yang terikat dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional.
Benarkah bahwa semakin kita bertambah cerdas maka semakin pandai kita menemukan  kebenaran? Apakah manusia yang memiliki penalaran tinggi, lalu makin berbudi, sebab moral mereka dilandasi analisis yang hakiki, ataukah sebaliknya, makin cerdas maka makin pandai pula kita berdusta?.
Tidak bisa dipungkiri, memang, bahwa peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini, maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah.
Pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada, sebab, pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Tiap jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan tertentu yang diajukan.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dewasa ini, corak dan ragam ilmu pengetahuan sangatlah banyak. Corak dan ragam yang berbeda-beda ini timbul karena adanya perbedaan cara pandang dalam memahami obyek ilmu pengetahuan.
Obyek ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang merupakan bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan. Inti pembahasan atau pokok persoalan dan sasaran material dalam ilmu pengetahuan sering disebut sebagai obyek material ilmu pengetahuan. Sedangkan cara pandang atau pendekatan-pendekatan terhadap obyek material ilmu pengetahuan biasa disebut sebagai obyek formal.
Dari berbeda-bedanya obyek ilmu pengetahuan ini, timbullah ragam dan corak ilmu pengetahuan. Dengan mengetahui obyek material dan obyek formal ilmu pengetahuan kita dapat mengetahui bidang keilmuan apakah yang dimungkinkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan permasalahan yang kita miliki.      

B.     Saran
Uraian yang kami kemukakan diatas merupakan kilas balik dari perkembangan ilmu pengetahuan yang memerlukan interpretasi secara terus-menerus. Strategi pengembangan ilmu dimasa mendatang tidak boleh mengulangi kesalahan yang pernah diperbuat, terutama pandangan yang menganggap ilmu itu bebas nilai. Intervensi nilai yang berlebihan kedalam pengembangan ilmu hanya akan menjadikan ilmu sebagai wadah berbagai kepentingan, terutama kepentingan yang semata-mata ideologis, sehingga para ilmuwan menjadi terpasung dalam kungkungan ideologis atau kepentingan politis semata. Pengembangan ilmu di Indonesia memang tidak boleh tercerabut dari akar budaya bangsa Indonesia sendiri, terutama nilai-nilai pancasila. Namun Pancasila seyogyanya lebih berperan sebagai rambu-rambu yang dapat memelihara nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, demokratis,dan Keadilan, tanpa mengurangi otonomi dan kreativitas ilmu itu sendiri.


Daftar Pustaka

Alex Lanur, 1997, “Mazhab Frankfurt”, dalam majalah Filsafat DRIYARKARA, Th. XXIII No. 1, Jakarta.
Bachelard, Gaston, 1984, The New Scientific spirit, Beacon Press, Boston.
Lyotard, Jean-Francois, 1979, The Postmodern Condition :
A Report on Knowledge, Mancheester University Press.
Muhammad AS Hikam, 1997, Demokrasi dan Civil Society, LP3ES, Jakarta.
Saafroedin Bahar, 1997, “Elit dan Etnik serta Negara Nasional”, dalam PRISMA, LP3ES, Jakarta.
Situmorang, Joseph, MMT, 1996, ”Ilmu Pengetahuan dan Nilai-Nilai”, dalam majalah Filsafat DRIYARKARA, Th. XXII No. 4, Jakarta.
Van Melsen, Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita, Diterjemahkan oleh: Bertens, Gramedia, Jakarta.



Unduh Filenya disini






Komentar

Postingan populer dari blog ini

ZIKIR VERSI TAREKAT

1. Enam tingkatan dalam persiapan zikir, I. Berniat Dalam niat itu diucapkan : "Ilaahi anta maqshuudii wa ridhaka mathlubi". (Ya Allah, Engkaulah yang aku maksud dan keridhaan-Mulah yang aku cari). II. Duduk Tarekat. Yaitu duduk seperti duduk tahiyat terakhir dalam sholat, kepala ditundukkan ke sisi kiri. III. Rabithatu Mursyid (rasa pertalian dgn Nabi Muhammad saw). 1. Mengucapkan: "Assalmu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wabarakatuh". Pada tingkat ini seolah-olah Nabi Muhammad saw hadir di depan kita bersalaman. 2. Kemudian mengucapkan: "Assalamu 'alaina wa 'ala ibadishshalihin". Mengucapkan salam atas diri dan hamba-hamba Allah swt yg sholeh. IV. Bertobat. A. Membaca Istighfar tujuh kali Diniatkan supaya diampunkan oleh Allah swt dosa kita, yaitu: 1. Mata, 2. Telinga, 3. Hidung, 4. Mulut, 5. Tangan, 6. Kaki, dan 7. Syahwat. B. Membaca Istighfar tujuh kali untuk diampunkan dosa bathin, yait

TAKHRIJ HADITS TENTANG MENDATANGI DUKUN

TAKHRIJ HADITS TENTANG MENDATANGI DUKUN Penelitian  takhrij dilakukan dengan menggunakan metode takhrij al-hadits bi al-lafzh dengan menggunakan program CD Al-Maktabah al-Syamilah Versi 3.28 dengan kata kunci يَأْتُونَ الْكُهَّان . Menurut hasil pencarian, potongan hadits tesebut terdapat dalam kitab Sunan Abu Dawud, juz 1, hlm. 349; Musnad Ahmad , juz 39, hlm. 184, 185 dan 186; Sunan al-Kubra li al-Baihaqi, juz 8, hlm. 138; Mu’jam al-Kabir li al-Thabrani , juz 14, hlm. 326 dan 327. Berikut ini dikemukakan secara lengkap teks hadits tersebut serta jalur-jalur sanadnya:       سنن أبي داود (ج 1\ ص 349) باب تَشْمِيتِ الْعَاطِسِ فِى الصَّلاَةِ. رقم : 931 حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى ح وَحَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ - الْمَعْنَى - عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ حَدَّثَنِى يَحْيَى بْنُ أَبِى كَثِيرٍ عَنْ هِلاَلِ بْنِ أَبِى مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِىِّ قَالَ صَ

KISAH SINGA DAN GAJAH

Di sebuah hutan terdapat raja hutan (singa) yang merasa dirinya hebat, dan untuk melegalisasikan kehebatannya, maka si singa bertanya kepada sebagian penghuni hutan. Bertanyalah si singa kepada seekor gorila. Singa: “Hai gorila, siapakah yang paling gagah di hutan ini?” Gorila: “Anda tuanku Baginda.” Banggalah si singa mendengar itu. Kemudian ia bertemu dengan seekor banteng. Singa: “Hai banteng, siapakah yang paling gagah dan hebat di hutan ini?” Banteng: “Sudah tentu Anda Baginda Raja hutan.” Mendengar jawaban-jawaban dari sebagian hewan yang ia temui, merasa sombonglah si singa. Kemudian ia berjalan kembali dengan PDnya, dan di tengah jalan ia bertemu dengan seekor gajah. Singa: “Hai gajah,Kau adalah hewan dengan hidung,telinga,dan badan terbesar di hutan ini,mungkin otakmu juga sebesar tubuhmu,,aku mau tanya, siapakah yang paling gagah dan perkasa di hutan ini?” akan Tetapi gajah tidak menjawab, dan di luar dugaan singa, gajah langsung menghajar dan menginja