Langsung ke konten utama

Hakikat Zuhud

Abdul Abbas Sahl bin Sa'd As-Sa'idi ra berkata:
"Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw dan berkata: "Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amalan apabila kulakukan aku akan dicintai Allah dan dicintai manusia, Rasulullah saw bersabda: "Zuhudlah terhadap dunia, pasti Allah mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa yang ada di tangan manusia, pasti manusia pun mencintaimu", (HR. Ibnu Majah dan yang lain dan Hadits ini hasan)

1. Pengertian Zuhud

Ada banyak definisi yang diberikan oleh Salafusshalih terhadap zuhud. Namun semuanya bermuara kepada definisi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa Abu Idris Al-Khaulani ra berkata, "Zuhud terhadap dunia bukanlah mengharamkan yang halal dan membuang harta, akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah lebih meyakini keberadaan apa yang ada di sisi Allah daripada apa yang ada di tangan kita. Jika ditimpa musibah, maka kita lebih berharap untuk mendapatkan pahala."

Jadi, pada dasarnya, zuhud bisa disimpulkan dalam tiga hal. Ketiganya adalah amalan hati. Karena itulah, Abu Sulaiman Ad-Darany berkata, "Janganlah kamu bersaksi bahwa seseorang itu orang yang zuhud, karena zuhud tempatnya di hati.

a.  Lebih meyakini keberadaan apa yang ada di sisi Allah daripada apa yang ada di tangan. Sikap seperti ini lahir dari keyakinan yang benar dan tertanam sangat kuat bahwa Allah swt. akan dan selalu menjamin rezeki hambaNya.
b. Jika seseorang mendapatkan musibah dalam urusan dunia, misalnya, hilangnya harta benda, meninggalnya anak, maka ia berharap akan mendapatkan pahala atas musibah tersebut daripada meraung-raung seraya meminta agar musibah itu tidak terjadi. Sikap seperti ini juga hanya bisa ditumbuhkan oleh keimanan yang sempurna. Sikap ini menunjukkan betapa seseorang menganggap dunia adalah sesuatu yang remeh.
Ibnu Umar ra. berkata, "dalam doanya Rasulullah saw menyebutkan, "Ya Allah, berikanlah kepada kami rasa takut kepadaMu yang bisa menghalangi kami dari kemaksiatan, ketaatan kepadaMu yang bisa menyampaikan kami kepda surgaMu dan keyakinan yang bisa menjadikan kami menganggap remeh berbagai musibah duniawi."
c. Baik pujian maupun cercaan tidak mempengaruhinya dalam berpegang teguh pada kebenaran. Ini adalah merupakan tanda sikap zuhud terhadap dunia. Ibnu Mas'ud berkata, "Yakin adalah tidak mengharapkan keridhaan manusia dengan cara yang membuat Allah murka."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ZIKIR VERSI TAREKAT

1. Enam tingkatan dalam persiapan zikir, I. Berniat Dalam niat itu diucapkan : "Ilaahi anta maqshuudii wa ridhaka mathlubi". (Ya Allah, Engkaulah yang aku maksud dan keridhaan-Mulah yang aku cari). II. Duduk Tarekat. Yaitu duduk seperti duduk tahiyat terakhir dalam sholat, kepala ditundukkan ke sisi kiri. III. Rabithatu Mursyid (rasa pertalian dgn Nabi Muhammad saw). 1. Mengucapkan: "Assalmu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wabarakatuh". Pada tingkat ini seolah-olah Nabi Muhammad saw hadir di depan kita bersalaman. 2. Kemudian mengucapkan: "Assalamu 'alaina wa 'ala ibadishshalihin". Mengucapkan salam atas diri dan hamba-hamba Allah swt yg sholeh. IV. Bertobat. A. Membaca Istighfar tujuh kali Diniatkan supaya diampunkan oleh Allah swt dosa kita, yaitu: 1. Mata, 2. Telinga, 3. Hidung, 4. Mulut, 5. Tangan, 6. Kaki, dan 7. Syahwat. B. Membaca Istighfar tujuh kali untuk diampunkan dosa bathin, yait

TAKHRIJ HADITS TENTANG MENDATANGI DUKUN

TAKHRIJ HADITS TENTANG MENDATANGI DUKUN Penelitian  takhrij dilakukan dengan menggunakan metode takhrij al-hadits bi al-lafzh dengan menggunakan program CD Al-Maktabah al-Syamilah Versi 3.28 dengan kata kunci يَأْتُونَ الْكُهَّان . Menurut hasil pencarian, potongan hadits tesebut terdapat dalam kitab Sunan Abu Dawud, juz 1, hlm. 349; Musnad Ahmad , juz 39, hlm. 184, 185 dan 186; Sunan al-Kubra li al-Baihaqi, juz 8, hlm. 138; Mu’jam al-Kabir li al-Thabrani , juz 14, hlm. 326 dan 327. Berikut ini dikemukakan secara lengkap teks hadits tersebut serta jalur-jalur sanadnya:       سنن أبي داود (ج 1\ ص 349) باب تَشْمِيتِ الْعَاطِسِ فِى الصَّلاَةِ. رقم : 931 حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى ح وَحَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ - الْمَعْنَى - عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ حَدَّثَنِى يَحْيَى بْنُ أَبِى كَثِيرٍ عَنْ هِلاَلِ بْنِ أَبِى مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِىِّ قَالَ صَ

KISAH SINGA DAN GAJAH

Di sebuah hutan terdapat raja hutan (singa) yang merasa dirinya hebat, dan untuk melegalisasikan kehebatannya, maka si singa bertanya kepada sebagian penghuni hutan. Bertanyalah si singa kepada seekor gorila. Singa: “Hai gorila, siapakah yang paling gagah di hutan ini?” Gorila: “Anda tuanku Baginda.” Banggalah si singa mendengar itu. Kemudian ia bertemu dengan seekor banteng. Singa: “Hai banteng, siapakah yang paling gagah dan hebat di hutan ini?” Banteng: “Sudah tentu Anda Baginda Raja hutan.” Mendengar jawaban-jawaban dari sebagian hewan yang ia temui, merasa sombonglah si singa. Kemudian ia berjalan kembali dengan PDnya, dan di tengah jalan ia bertemu dengan seekor gajah. Singa: “Hai gajah,Kau adalah hewan dengan hidung,telinga,dan badan terbesar di hutan ini,mungkin otakmu juga sebesar tubuhmu,,aku mau tanya, siapakah yang paling gagah dan perkasa di hutan ini?” akan Tetapi gajah tidak menjawab, dan di luar dugaan singa, gajah langsung menghajar dan menginja